“HOW DO YOU DO” cerpen
Bila kau pikir, kau adalah yang terbodoh dari yang terbodoh. Ataupun
pecundang dari yang paling pecundang, aturlah kembali otakmu. Karena aku
memiliki teman yang paling pecundang. Bahkan bila kau memamerkan teman
pecundangmu, temankulah yang paling pecundang.
Namanya Lores. Nama yang cocok untuk seorang pecundang sejati. Ia
TIDAK memiliki skill apapun. Olahraga ia paling bodoh. Dalam pelajaran
apalagi, udah males bodoh lagi. Bila ia berbicara, yang keluar dari
mulutnya hanya menyakiti dan mengumpat orang lain, tentu saja dengan
menggunakan bahasa yang halus bukan berteriak-teriak, tapi bukankah yang
begitu itu malah makin menyakitkan bagi si korban. Pada hasilnya ia
tidak memiliki teman seorang pun, bahkan teman duduk pun ia tidak punya.
Semua orang membencinya, tidak ada yang senang pada dirinya. Apalagi
para perempuan. Malah sekarang ia memiliki sifat sombong, angkuh, ingin
selalu menang dan hal-hal lain yang pokoknya sifat yang buruk. Aku benci
mengatai-ngatai orang tapi memang begitu lah adanya.
Oh ya,orang nya jelek. Mukanya penuh jerawat, hidungnya mancung
kebawah, matanya bukan seperti mata orang kebanyakan, ku tidak tau apa
nama ilmiahnya, bukannya aku bodoh cuman bahasanya sulit untuk diingat,
tapi semua orang bilang sih aneh. Ah udah deh, ku males ngejelesin
pokoknya orangnya jelek banget. Lebih jelek dari orang terjelek yang
pernah kau pikirkan. Think about that.
Hari ini seperti biasa ia datang kesekolah. Dan seperti biasa ia
dipandang dengan pandangan sinis setiap kali ia menyapa seseorang. Ia
sadar itu tapi tidak memperdulikannya. Orang-orang banyak menggosip
tentangnya tapi tentu saja yang gak pernah baik dan menyenangkan. Tapi
asik juga ngedengerin teman-teman cerita tentang dia. Bagaimana anehnya
ia berjalan, ngebayangin senyumnya yang mengerikan, ngedengerin suara
nya yang menjengkelkan, dan yang paling parah ngeliatin dia melakukannya
setiap hari dan setiap saat dengan senang dan gembira, what a freak.
Kami tertawa dengan sangat puas, jahat memang. Tapi lebih baik daripada
kami cuman ngumpul-ngumpul doang tanpa kegiatan dan bahan cerita apapun.
“Hei, hei dia datang” Salah satu teman kami mengingatkan kami untuk
menghentikan gosip itu. Orang yang baik, mungkin satu-satunya dikelompok
kami.
Entah kenapa ia berhenti didepan kami, yaaa mungkin karena kami lagi ngumpul, biasalah bila ada yang ngumpul pasti dihampirinya.
“Halo teman” Seperti biasa dengan gaya bahasa yang menjengkelkan. Semua memandang aneh kepadanya tanpa suara apapun.
“Hei, kau memanggilku teman kan. Kalau begitu maukah kau membantu ku
sedikit, teman.” Bos kami tiba-tiba bersuara, panjang lagi. Berarti dia
lagi kesal dengan seseorang. Bos kami memang aneh, tapi tidak dengan
diriku. Maaf saja.
“Apa ya ?”
“Tolong belikan makan dan minuman kaleng untukku”
“OK. Uangnya ?”
“Pakai uangmu”
“Hah, Aduh maaf nih, uangku gak…”
“apa, apa?” Tangannya dikepalkan dan diangkatnya tinggi-tinggi
“aku rada gak denger apa yang tadi kau katakan. Bisa kau ulang lagi”
Kali ini tangannya dielus seperti sedang mengasah pedang. Itu berarti
akan terjadi sesuatu yang mengasyikkan.
“Oh ya, uangnya ada, tadi aku baru ingat kalau uangnya ada dikaos
kaki ku” Ia mengeluarkan uangnya dan beranjak dari tempat kami.
“HEII, Yang cepat ya!!!” bos kami berteriak sesaat sebelum anak itu ngilang.
“Udah puas bos?” Sebagai seorang asisten yang baik dan paling berguna
aku bertanya layaknya kabuto bicara ama orochimaru (NB: Bila nggak tau
sapa tu orochimaru ma Kabuto berarti keterlaluan banget loe).
“Belum. Mank napa, mau jadi sa2ran berikutnya ?”
“Ya, nggak lah” Kali ini aku yang panik. Bos memang terkenal kejam
pada semua orang jika dia lagi kesal, ya tentu saja ortu n pacarnya gak
ikut dalam daftarnya.
Setelah itu nggak ada yang seru. Malah membosankan, kami semua diam.
Saling pandang, menunggu seseorang untuk membuka mulut. Aku binggung
kenapa kami masih saja berkumpul. Ingin rasanya pergi, kemana gitu. Oh
ya, ke UKS aja. Disana aku kan bisa tidur nyenyak. Ide briliian. I love
my brain.
“Bos, gw mau jalan dulu”
“Kemana ?”
Wahh, bos ku rusak nih. Kayak gini aja ko ditanyain.
“Kemana?!”
“Ke UKS. Mank ada apa?” Kenapa sih ni bos, pake teriak-teriak segala.
“……..” bos cuman diem, mengangkat kepalanya n ngeliatin laba-laba. Oh
ya laba-labanya ngandung, perutnya lebih besar dari perut laba-laba
lainnya. Nggak penting banget ya? sori deh, disuruh editor sih, supaya
bukunya tebal.
Waktu berlalu dengan sangat cepat di UKS. Bagi yang sering kesana
dengan alasan seperti diriku ini, akan merasakan efek yang sama.
“Eh jam 2. Pulang ah” Beginilah kehidupanku kesekolah cuman modal badan ama tas, kerjaannya tidur n ngumpul-ngumpul sama teman.
Kekelas ambil tas,ke parkiran ambil kendaraan n oh ya nemuin anak
kelas satu ngambil pajak jaminan kesehatan. Yap, semua sudah terlaksana
tinggal pulang.
Mengendarai kendaraan sambil melamun dengan kecepatan sekitar
70km/jam (eh, pa km/s, pokoknya segitulah)adalah kegiatan yang berbahaya
dan jangan dilakukan karena akan berakibat, kau tidak ngeliat adanya
tikungan didepan lalu menabrak tiang listrik setelah itu kau terlempar
sejauh 9m dengan punggung mu yang duluan nyium tanah eh, bukan aspal,
and then kau ngerasakan sakit yang amat sangat sakit hingga dirimu tidak
bisa bergerak, kepalamu sakit, badan mu terasa ringan, kau melihat
beberapa orang menghampiri dan mencoba tuk menolongmu, kau mulai
kehilangan kesadaran, pandangan mulai gelap finnaly kau pingsan. Yaaa,
kurang lebih seperti itulah kejadian yang terjadi kepadaku waktu itu.
Sekarang aku tergolek koma dirumah sakit.
“Dimana gw ?” Pandangan yang aneh sekaligus menakjubkan. Aku seperti
berada dikebun bunga yang sepertinya bunga itu nggak pernah kulihat
sebelumnya padahal ibuku kan memiliki toko dengan segala bunga,yaa
walaupun aku tidak pernah ngurusnya. Baunya asik, gak terlalu harum tapi
menenangkan kaya lavender gitu.
Warnanya juga nyentrik orange, man. Langitnya keren kaya diiiiii
kutub utara, pa selatan ?,namanya aura, pa aurora ? Menghadapi kenyataan
bahwa ternyata gw kurang informasi tentang dunia, menyedihkan banget.
“Entahlah, mungkin bisa dikatakan tempat dimana perbatasan antara
dunia manusia dengan akhirat” Sebuah suara tiba-tiba menjawab pertanyaan
gak penting yang baru aja gw keluarin dari mulut. Beberapa seper detik
kemudian sesosok muncul dengan jelas didepanku. Badannya besar banget,
kepalanya nggak keliatan saking besar kakinya tapi semakin diliatin
sepertinya badannya makin tinggi kaya mau nyembunyiin wajahnya. Karena
gw cape, akhrinya gw males ngedongakin kepala, tapi yang didepan gw
cuman ada kakinya yang besar dan berotot. Nggak seru.
“Maksud you,,apa ?”
“Kau koma, kau ada ditempat dimana manusia yang koma kaya kau
berkumpul disini dan menerima kerjaan dari ku, bila kau berhasil kau
akan kukembalikan kembali kedunia, bila gagal kau mati. Sederhana bukan
?”
“Ya, memang. Dan mematikan.”
“Hei, hidup ini memang perlu tantangan, kalau nggak ada kan membosankan”
“Ya,ya,ya langsung aja deh apa kerjaan”
“Sebelum itu kuperkenalkan diriku dulu. Aku Tuhanmu, yang
mengendalikan seluruh jagat raya, mengatur kelahiran dan kematian,
membagi rezeki kepada seluruh manusia, dan menciptakan permainan seperti
ini. Hebat kan ?”
“Ya tentu saja kau kan Tuhan. Sudah sebutin aja tugasnya, aku harus cepat pulang. Minggu depan aku ulangan”
“OK. denger baik-baik ya”
Kali ini aku tidak menjawab, aku udah bosen ngejawabnya.
“Tugas yang kuberikan untukmu adalah pengintaian. Kau kusuruh
mengintai kegiatan keseharian salah satu teman mu. Mudah bukan, lagipula
kau tidak keliatan oleh siapapun jadi nyante aja”
“siapa teman yang akan kuintai ?”
“Teman sekelasmu, tapi acak. Akan kuacak dengan roda berputar ini”
Seketika muncul roda besar yang memiliki banyak nama didalamnya
Didalam hati kuingin mengintai pujaan hatiku Mellisa, anak cantik
yang menjengkelkan dan playgirl, maunya nguras harta orang aja, tapi
bagaimanapun aku dan beratus-ratus orang lainnya suka banget ama dia.
Kan asik tuh ngikutin dia, ngedengerin gosipnya dia, ngeliatin mukanya
terus-terusan, membaca apa yang dia tulis n kalo gw beruntung mungkin
dia bakal nyebutin nama gw berkali-kali dalam mimpinya dia.
“Oh ya, nama yang ada disini semuanya cowo, jadi kalau kau kepikiran untuk ngintai cewe, nggak mungkin bisa”
Seketika semangat ku ngilang.
“Enggak seru ah, gw nggak ikut kalo gitu”
“uuu, ngambek segitunya. Kalo kamu nggak ikut kamu mati lo”
Ancamannya terlalu keras, apa boleh buat sepertinya aku tidak memiliki pilihan lain.
“Ok kuputar rodanya” dengan sekali hentakan tangan Tuhan, roda itu berputar kencang, lama banget rodanya berhenti.
“Sori kekencengan, tunggu aja ya paling beberapa hari lagi baru berhenti. Sementara itu aku mau nyante dulu dikamar”
Aku shock.
“Bercanda!!!”
Kali ini Tuhan benar-benar membuatku jengkel. Jika dia bukan Tuhan sudah kubejek-bejek mukanya
“Loe gak bisa diajak bercanda ya. Kaya gitu aja muka loe udah masem”
Rodanya melambat, nama temen2 gw kaya Rudi, Bent, Deni, Rio, Reza,
dst, dsb, dsj keliatan dengan jelas. Mataku menangkap sebuah nama yang
tidak asing lagi, Lores. Ko nama dia ada disitu.
Rodanya berhenti, betapa terkejutnya gw, kayaknya sih sangat terkejut
ketika tau rodanya berhenti di nama Lores, Brengsek banget. Apa yang
seru dari kehidupan dia selain diledekin, dijahatin, dipukulin, dipalak n
semua kejadian-kejadian buruk sekaligus sial.
“Ok teman yang bakalan kau intai adalah Lores, nggak ada bantahan. Kau akan pergi dalam 20 detik”
“Wah, gw nggak terima. Aku minta banding, minta pemutaran ulang”
“Wah, gw nggak terima. Aku minta banding, minta pemutaran ulang”
“8,7,6,5…”
“Waaa, cepat banget. Gimana banding gw”
“4,3,2,1,0. Berangkat”
“Ban…..” Seketika cahaya yang sangat berkilau mengaburkan pandangan
ku. Cahaya itu seperti menghisap seluruh organ, sel, jaringan hidupku.
Gw merasa seperti sedang dihisap oleh vacuum cleaner, menjijikkan
banget.
Cahaya itu lama-kelamaan memudar dan menghilang. Beberapa saat
kemudian gw baru sadar kalau diriku sendiri berada ditempat yang tidak
kukenal sama sekali, dimuka gw ada sebuah rumah, gede sih…halamannya,
panjang sih…. pagarnya, warna dindingnya hijau udah gitu banyak tumbuhan
dan pepohonan kayak dihutan aja. Nggak diaspal lagi jalannya, dikampung
mana sih nih.
Tiba-tiba pahaku bergetar. AH, apa ini. Oh,cuman hp. Tapi hp apaan
nih, jelek banget. Masa model hp bentuknya kaya hp taun 88 yang terkenal
gede kaya buah nanas-mungkin kegedean sih, tapi itu kan cuman
perumpaan-warnanya pink lagi, ketauan temen gw,bisa ancur reputasi anak
bengal yang telah kubangun bertahun-tahun. Tapi bagaimanapun ada tanda
tangan tuhan diatas hp, bisa dibilang keren sih, penuh artistik.
“halo, siapa nih”
“Eh, dihp itu nggak ada nomorku ya ?”
“Nggak ada”
“Nggak ada”
“Ya sudah deh, ni no tuhan disimpen. Sewaktu-waktu loe nanti bakalan kepake”
“Gimana banding gw”
“Udah nggak usah ngurusin masalah itu. Gw nelpon cuman mau bilang ‘nikmati permainan ini’. Bye.”
“Hei,, hei.” telpon sudah terputus, sialan. Masalah ku belum selesai. Harus kutelpon lagi nih.
“Tuuuiiiiiitttttuuutttiiiittuutt”
“Gile bunyi apa nih”
“Maaf pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan terlebih
lagi dengan tuhan. Isiliah pulsa dipulsa centre terdekat” Sebuah suara
muncul.
“Dimana ?”
“Pertanyaan bagus. Carilah diakhirat, disana pasti banyak”
“Bagaimana aku bisa keakhirat ?”
“Mati saja kau”
“Hei” terdengar bunyi tut panjang dan lama.
“WOOOOOIIIII” Telponnya ditutup. Pegawai akhirat kok cetus banget, nggak diberi gajih kali.
Gw dibuang kesini-sepertinya nggak ada pilihan lain-dimuka sebuah
rumah antik ini. Mungkin ada hubungannya dengan misi ku. Atau mungkin
itu rumah Lores, nggak salah lagi, rumahnya cucok banget dengan sifat
nya, seorang pecundang besar yang bahkan Pak Akhmad-guru matik
gw-ngeberi gelar sang ‘produk gagal’. Wew, a beautiful title.
Kuberjalan kearah rumah itu, jantung ku deg-degan, ingin rasanya
kutau kehidupan sang produk gagal. Keringat keluar dari keningku, yaa
terang aja harinya panas banget, tapi aneh kenapa gw masih bisa ngerasa
kan panas, curang banget. Celingak-celinguk dimuka pagar rumah persis
maling ngincer target, berharap ada orang yang keluar gara-gara ngeliat
ada orang ganteng dimuka rumah. Sesaat kuberpikir mana ada orang yang
bakalan ngeliat gw, lagipula gw kan punya jurus antik, jurus yang
setiap makhluk kaya gw pasti punya yaituu jurus nembus tembok n bahan2
keras lainnya. Kucoba ah. mengancang ancang untuk lari lalu menembus
nembok kaya di film harry potter, keren tuh.
Aku lari, 1meter dari pagar, 50cm,30cm,10cm,1cm.
“GW NEMBUSS DINDINGGGG”
“Dukk” bunyi tubuh gw nabrak pagar. gw terlempar beberapa cm dari
pagar sialan itu. Anehnya gw ngerasa sakit n tu pagar sama sekali tidak
bergeming. Gw bangun, berpikir untuk masuk sambil meniadakan pikiran
bahwa gw nggak bisa nembus. Manjat aja deh.
Beberapa menit kemudian gw sudah ada didalam, mengenal gw adalah
pemanjat pagar maupun poon yang andal. Hahaha, kepuasaan mucul seketika.
‘Dirt, dirt, dirt’ pahaku bergetar lagi. Tuhan lagi.
“Halo ada apa ?”
“Aku tadi lupa ngisi pulsa loe. nanti beberapa menit lagi pulsanya
dateng. Kuingatkan kalau kau cuman bisa nelpon 3 kali saja jadi jangan
dibuang percuma. Tapi ini bukan berarti bahwa aku lagi kere, cuman ingin
menghasilkan permainan, eh maksudku kerjaan yang baik dan menyenangkan
tentunya”
Perkataan tuhan berbelit-belit.
“Ya ok lah, terserah. Aku tidak memerlukannya juga”
“Benarkah itu ?. Siapa yang tau”
“Benarkah itu ?. Siapa yang tau”
“Apa maksud anda ?”
“Nggak usah dibahas. Tadi kulihat usaha kau untuk nembus pagar, bagus
banget, aku jadi harus mengucapkan terima kasih karena telah membuatku
tertawa dengan terbahak-bahak. Aku sudah lama tidak melakukannya hingga
aku tidak ingat lagi kapan tanggalnya”
“Ada saran ?” Aku mulai bosan dengan tertawanya, tawa yang mengingatkanku akan kegagalan yang memalukan. Tawanya jelek lagi.
“Hahahaha, ‘gw nembus dinding’, hahaha”
“Oh come on. Sudah, jangan diungkit2 lagi”
“Maaf-maaf. entah kenapa kuingat wajahmu waktu kau ketabrak pagar,
aneh bangeeet. Bila saja kau ngeliat mukamu waktu ketabrak kau pasti
akan ikut tertawa denganku”
“WEII,ADA SARAN NGGAK!!!” Kali ini aku marah besar.
“Ok, Ok. Begini lo de, nembus dinding itu paling mudah, saranku kau
hanya perlu fokus ditambah dengan keinginan yang kuat tanpa adanya
keraguan bahwa kau akan menembus pagar itu. Mengerti ?” Kali ini
aksennya berubah, kaya orang jawa banget, kaya tukang pecel yang biasa
jualan deket rumah.
“Kurang lebih”
“Bagus kalau begitu. Ingat kataku ‘fokus’ “
“ya”
“Oh ya satu lagi, rumah yang kau panjat itu bukan rumah Lores,
rumahnya disebelah rumah yang baru saja kau panjat. Ada sedikit
kesalahan dalam teleportasi tadi, jadinya ada sedikit melenceng dari
tempat seharusnya kau diletakkan. Maaf”
“tuuuuuuuuut” hubungan terputus.
Kuterdiam beberapa saat, menggenggam hp dengan sangat keras, lalu
kumasukkan kembali ke kantong. Ingin marah lagi, tapi udah cape.
“Ya, setidaknya tu Tuhan udah minta maaf. Lebih baik kucoba saran Tuhan”
Aku fokus dengan sangat, bahkan bila ada orang dimuka gw, pasti tu
orang udah bisa gw ilangin, bukannya gw ini pesulap cuman perbandingan
aja, nggak nyambung ya ?.
OK kita kembali, aku fokus dengan sangat. Memejamkan mata, berpikir
untuk nembus, tanpa ada keraguan aku lalu membuka mata ku, dengan
semangat membara aku berlari menuju jalan didepan yang terhalang oleh
pagar tinggi, menuju kebebasan. Beberapa detik sebelum tabrakan ada
gejolak takut dan ragu menghampiri, kututup mataku sekali lagi, kembali
fokus dan meyakinkan jiwaku yang mulai lemah.
Tiga detik kemudian, aku merasakan adanya elemen2 lembut menembusku
dengan kencang. Merasakan debu2 lembut menyentuh kulitku yang sedikit
sensitif. Setelah kubuka mata ternyata gw sudah diluar.
“Hahahahaha. Gw bisa, M150 bisaaa” Entah kenapa gw neriakin merek
sebuah minuman beracun, itu kata engkong gw yang udah terkena berbagai
macam penyakit n dia coba2 meminumnya jadinya muntah2 deh,kami sebagai
cucu2 yang baik hanya meminta warisan sebelum kepergiannya. Sebagai
balasannya ia cuman bilang “Racun loe pade”. Gw cuman bingung yang racun
tu minumannya atau kami.
“gw udah bisa nembus pagar. wuw ye” gw nglompat lompat,
negjingkrak-jingkrak, berjoget ditengah jalan, mumpung nggak ada orang
yang bakalan liat dengan tatapan yang menghina.
Sewaktu gw lagi nglakuin hal yang memalukan, Lores muncul dikejauhan,
baru aja belok kegangnya. Gw ambil inisiatif untuk ngedekatin dia. Baru
aja nyampe didekatnya, gw langsung mundur beberapa langkah, bukan
karena badannya yang bau tapi karena dia bersiul2 dengan tersenyum
bahagia, membuat gw ngerasa illfeel sekali. Tapi karena tugas, gw harus
membiasakannya.
Ternyata gw nggak bisa. Sepanjang jalan ia membuatku merasaaaa, aduh
gw ndri juga nggak bisa ngejelasinnya pada intinya mbuat bulu kuduk gw
berdiri tegak setegak rambut temen. Gw harus menutup telinga gw rapat2
untuk mengurangi efek dari racun ini. Walaupun gw harus memandang
mukanya demi membiasakan diri.
Sampai dipintu ia menghentikan siulannya, menghentikan perpanjangan mulutnya yang menjijikkan.
“How do you do” sesampainya didalam ia berteriak demikian tanpa ada orang lain yang menjawab.
“Apaan tu. Seenae kete saja make bahasa inggris” gw berkata tanpa ada tanggapan, oh mulai dari sini bila tulisannya miring berarti gw bicara ndak ada yg ngedengerin.
Ia berjalan menuju kekamarnya dengan gw disisinya. Kamarnya sebosan
orangnya, maksud gw kosong, nggak ada poster, atau tape atau sesuatu
ciri khas pada kamar itu. Yang ada cuman komputer, sebuah tempat tidur
besar, sebuah kursi, kamarnya kecil dan cat dindingnya udah mengelupas.
“Sama kaya penjara, bedanya cuman ada komputer didalamnya” Gw masih celingak celinguk waktu gw bicara, mencari sesuatu yang lain yang ternyata tidak ada.
Setelah gw ngeliat kearah dia, dianya udah ganti baju, cukup cepat.
“Mbook, makan!!” Lores keluar menerobos gw yang berdiri dimuka pintu
karena nggak ada tempat. Gw terkejut, tentu aja gw masih belum terbiasa
dengan tubuhku ini.
Gw ikuti terus kemana dia pergi, lama kelamaan gw merasa gw ini seperti bodyguardnya dia cuman gw arwah.
Ngeliatin dia makan membuatku cape, makannya lama n gw udah gak sabar
mo nyelesein tugasnya. Tugas. Oh iya, tugas utama dan paling utama gw
selain membuntuti dia apa ?. Perasaan, Tuhan belum pernah mengatakan
dengan rinci tugas yang ia berikan. Aku harus nelpon dia.
Gw ngecari tempat duduk, dan kudapati dia sedang nganggur diruang
keluarga, deket dengan dapur, kira2 tiga langkah, lah. Gw teken nomor
Tuhan sambil menjatuhkan diri ke kursi. Gw nya nembus kursi, selanjutnya
engkau sudah tau apa yang terjadi.
Gw lagi ngeringis waktu Tuhan menjawab telpon.
“Sakit ding ?”
“Nanya lagi. Ya iyalah. Dan gw minta jangan tertawa karenanya”
“Ya udah, ada apa nelpon ?”
“Kau nggak tau ?”
“Aku belum membaca laporan loe yang baru. Tunggu ya aku baca”
Nggak ada suara lain selain suara kertas yang dibolak-balik. Nggak lama gw nunggu.
“Ya, ya aku paham maksud mu. Tugasmu seperti yang telah yang telah
kukatakan padamu dan hanya akan membuang waktuku bila kukatakan lagi,
kuharap kau paham”
“Aku nggak paham. Kau menyuruhku mengintainya, tapi untuk apa ?. Dan kapan tugas ini dianggap sudah selesai ?”
“Untuk apa ?. Nanti kau juga akan mengerti dengan sendirinya. Dan hanya kau yang akan mengerti kapan tugas ini akan selesai”
“Kalau begitu tugas ini sudah selesai. Pulangkan aku”
“Nggak mau. Kau bahkan belum memulai”
“Tapi tetep aja gw nggak paham”
“Semua kebingunganmu akan terjawab dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Keren kan kata2nya” “Tuuuuuut”
Telponnya diputus, kali ini Tuhan menggunakan teka-teki untuk menjawab pertanyaan gw. Dan gw benci teka-teki.
Lores sudah selesai makan-sekarang gw kedengeran seperti baby
sitter-ketika kakak perempuannya menyapa dengan lembut. Ia berusia
sekitar 23an, orangnya putih, tinggi tidak gemuk atau kurus tapi pas,
alisnya lentik entah dilentikkan atau memang lentik dengan sendirinya,
rambutnya meeen, panjang tergurai dengan lembut dan sangat indah, tidak
ada cabang ataupun patah dirambutnya, ketauan bahwa ni perempuan menjaga
penampilannya dengan sangat baik.
“Hai de, gimana hari ini ?”
“Sama kaya hari kemarin, nggak ada yang merhatiin dan aku harus
berusaha keras untuk mengikuti semua yang telah engkau katakan mengenai
‘tetaplah senyum walau apapun yang terjadi’ “
Mendengarnya kakak itu tersenyum dengan bijak.
“Kurang berhasil ya. Tapi cobalah terus, itu adalah hal yang paling mendasar dalam menjalani kehidupan “
Ya dan hal yang paling menjijikkan dalam pandangan semua orang.
“Ya, akan kucoba”
“Kau masih sedih. Kalau begitu ikut aku, yuk”
“Kemana ?”
“Udah nanti juga tau”
Bergegas mereka bersiap-siap, Lores ganti baju dan kakaknya
menyiapkan mobil. Sedangkan gw, nganggur diruang makan. Nggak lama
kemudian, Lores keluar dan langsung keluar dengan gw mengikuti
dibelakangnya.
Lores masuk kemobil, memakai sabuk pengamannya dengan erat, sedangkan
gw berusaha keras agar bisa duduk dikursi mobil yang dari tadi nggak
bisa gw dudukin gara2 gw nembus. Masuk kemobilnya bisa tapi nggak bisa
duduk, sia2 dong.
“Kau sudah siap ?”
“Iya”
Gw bloooonnnn. Teriak sekuat tenaga, sia2. Harusnya gw sadar
itu sebelumnya, tapi terlambat, tenggorokan gw langsung nggak enak
banget. Kakaknya mulai memasukkan gigi dan menginjak gas pelan2,
ketegangan mulai memuncak, gw berusaha berkali2, masuk lalu mencoba
untuk duduk lalu terjatuh.
Kecepatannya meninggi, gw berlari mengejarnya tapi mengenal kecepatan
lari gw tidak berbanding lurus dengan mobil jadinya gw ketinggalan
sangat jauh. Gw nyerah setelah berlari sejauh 600m, ya kira2 segitulah,
gw sudah sangat cape, jantung sudah berdetak sangat cepat keringat gw
deras.
Aduh, napa kejadian dialam nyata sama kaya disini, kalo begitu apa untungnya jadi roh penasaran ?. hah,hah,hah. Terpikir untuk menelpon Tuhan, memanggil sebuah bantuan , lagipula hanya dialah satu2nya yang dapat menolong.
“Halo, siapa ini ?” Jawaban Tuhan lain dari yang biasanya
“Ini aku,anak koma yang diberi tugas menjengkelkan oleh Tuhan ” dengan terengah-engah gw berbicara
“OOOO, engkau, maaf2. Dari tadi aku baru ngebaca laporan terbaru punya kamu”
“Tolong bantu aku” Kali ini jantungku udah rada2 tenang.
“Bantu apaan ?”
“Tolong keluarkan sebuah kendaraan yang bisa kunaiki, mau roda berapa
terserah gw nggak peduli. Yang cepat. Sebelum jejak Lores menghilang”
“Nyante aja dulu tenangin dulu pikiran loe”
“Udah nggak ada waktu, Sebelum….”
“Jejak Lores menghilang, kan ?. Ya,ya. Lagipula Jejak Lores udah ngilang dari pandangan loe”
“Tapi kan…”
“Tunggu dua detik lagi, kiriman lagi dikirim. Ok”
Baru aja bilang ‘ya’, sebuah kotak besar turun dan menghantam ke tanah. Kotak itu langsung terbuka kemudian.
“Itu adalah kendaraan terbaru dan terbaik yang ada dilangit. Sebuah
kendaraan boroda dua. Rodanya sangat besar jadi kau tidak perlu takut
jatuh karenanya. Bodinya keren, seperti kendaraan yang dipunyai
kendaraan racing. Coba kau liat featurenya”
Gw ngedeketin, kendaraan itu memiliki sebuah layar dideket kemudinya, layarnya cukup gede.
“Coba nyalakan”
“Gimana ?”
“Ayolah, kau pasti pernah menggunakan kendaraan seperti itu”
Gw cari starter dikemudi, dapet. Gw nyalakan, seketika layarnya nyala, tapi mesinnya nggak. Aneh.
“Layarnya touchsrcreen. Kau pasti bisa ngegunainnya. Udah, ampe situ
aja gw ngejelasinnya. Informasi lebih lanjut bisa loe cari ndiri. Bye.
Oh ya, kesempatan loe nelpon gw tinggal satu lagi. Jangan disia-siakan”
“OK” langsung gw matiin, males ngedengerin. Fokus gw sekarang tertuju
pada kendaraan keren didepan gw. Di layar ada pilihan ‘Start engine’
dibawahnya ‘Costumize’.
Hal yang pertama gw lakukan setelah memandang tu motor setelah sekian
lama adalah menekan knalpot. Bercanda gw nggak sebodoh itu. Gw nyalakan
mesin dengan meneken ‘start engine’.
Gw nggak sadar ada sebuah gambar hidup 3dimensi keluar dari layar, abisnya gw mandangin knalpot yang ngeluarin suara yang keren.
“Sapa loe”
“Aku adalah pemandu untukmu”
“Hmm.”
“Ini adalah kendaraan yang tercanggih dilangit. Namanya CGX 1. Ada begitu banyak….”
“berisik” Gw neken quit pada layar.
“eh, ada pilihan yang baru”
‘Navigator’ lalu ‘Boost’ then ‘Help’ lalu ‘Status’ kemudian ‘Transform’ and yang terakhir ‘Shut down’.
“Navigator !!!!. Kalo memang navigator yang dapet ngelacak orang yang
kaya digame, berarti ini bakalan sangat berguna” “Eh, kalo begitu, gw
bersantai aja dulu. Kalo Boost apaan ya ?” Tidak perlu dipertanyakan, gw
langsung neken. Kendaraan gw melaju dengan sangat cepat, meninggalkan
gw yang terdiam membisu kaya patung. Kendaraan itu tidak menurunkan
kecepatan sampai ia masuk kekolam dan menghilang ditelan kolam. Gw
memandang dengan takjub, bayangin gw kaya ngeliat gimana Titanic
tenggelam walaupun itu cuman sebuah kendaraan dan lagipula kendaraan itu
tidak patah, tapi tetep aja rasanya sama.
Gw terduduk lemes, sadar gw nggak bakalan bisa ngejar Lores. Melihat kedepan tempat dimana kendaraan gw tewas.
gw belon juga naikin loe, tapi loe udah tewas duluan. Gara-gara
gw juga, kenapa gw nggak ngedengerin tu pemandu. Ah, semua yang berlalu
biarlah berlalu, gw nunggu aja ampe Lores pulang.
Hp bergetar
“Apa Tuhan ?. Jangan ngeledek”
“Iya. Aku cuman bilang kiriman akan datang dua detik lagi”
“Iya-iya….APA!!!!!”
Sebuah kotak besar lain jatuh dan langsung terbuka.
“Cepat kau kejar Lores. Jangan main-main lagi”
“Ok, aku berhutang satu padamu Tuhan”
“Yo, akan kutunggu saat kau membayar hutangmu”
Gw bergegas menaiki kendaraannya menyalakan mesin dan bersegera
pergi. Kali ini pemandu lain muncul sewaktu gw berbelok ditikungan
pertama, tempat terakhir gw kehilangan Lores.
“Ini adalah kendaraan tercanggih yang ada dilangit. Namanya CGX1″
“udah langsung nyalakan Navigator segera”
“Navigator dinyalakan. Navigator adalah…”
“Cari keberadaan Lores segera”
“Nama belakang ?”
“Nggak ada, cuman itu”
“Baik. Mencari Lores…………diketemukan, dia menuju lereng gunung Bangestu”
“Tampilkan dilayar”
“Perintah salah.”
“Tampil layar”
“Perintah salah”
“Tampilkan dilayar SEGERA!!!!”
“Menampilkan keberadaan Lores segera”
Layar touchscreen menampilkan peta pulau yang besar dan ada titik
berkelap kelip disudut layar. Untung saja mobil itu diketemukan sebelum
ia keluar dari area target. Tapi walaupun ada peta tetap saja gw
bingung, jalannya dipeta terlalu kecil sehingga sulit untuk dilihat
ditambah lagi banyaknya simpang empat yang membuat mataku
berkunang-kunang.
“Hei, tunjukkan jalan pintas sampai ketarget”
“Perintah salah”
“Tunjukkan jalan pintas sampai ketarget, segera”
“Menunjukkan jalan pintas”
Dilayar tergambar garis kecil panjang menuju titik berkelap kelip.
“berarti setelah ini belok kekiri”
Gw ikutin garis itu, dengan menggunakan ‘boost’, gw bisa ngikutin tu mobil dengan segera.
“Lores tunggu aku”
Mobil Lores sudah keliatan, mereka melambat, sepertinya mau sampai.
Masalahnya sekarang, gimana caranya gw melambat. Sudah dari tadi gw
berteriak supaya melambat, tapi perintahnya selalu salah walaupun gw
sudah make sandinya ‘segera’-sandi yang sangat mudah-.
“AAAA. Hei pemandu bagaimana menghentikan boost ini ?”
“Pertanyaan bagus. Cara mengehentikannya sama dengan cara menyalakannya”
“Aku nggak paham. Jelasin lebih mendetail”
“Cuman segitu saja, nggak ada penjelasan lain”
Cara menghentikannya sama dengan menyalakannya, kalau begitu….
“Nyalakan Boost segera”
“Mematikan boost”
“Fuih, untung saja”
Mereka sudah turun dari mobil dan menghirup udara yang segar ketika
gw ngeliat motor gw mengecil dan menjadi sebuah remote dengan hanya ada
sebuah panel didalam remote. Keren. Gw membuntuti mereka tapi nggak
ngedengerin apa yang dibicarakan mereka, abis cuman saling bicara satu
sama lain tentang pekerjaan dan cita-cita. Lagipula kegiatan melihat
pemandang indah lebih menyenangkan daripada ngedengerin gituan.
Sepertinya Kakaknya Lores menemukan tempat yang sangat enak untuk duduk sambil menghirup udara segar.
“Hei, kulihat mukamu masih terlihat masam, boleh tau kenapa ?”
“Aku cuman lagi nggak enak perasaan aja”
“Ooo, illfeel” Mereka terdiam. Masing-masing mencari bahan untuk
bicara. Atau mungkin ada bahan tapi tidak ingin untuk dibicarakan.
“Ka.”
“Ya ?”
“Aku rasa kehidupan ku, memang tidak bahagia”
“Kenapa kau bicara seperti itu ?”
“Entahlah. Aku cuman merasakan”
“Contohnya”
“Hmm, aku tidak memiliki teman, pacar apalagi. Orangtua kita sering
bertengkar, dan aku kena imbasnya tapi entah kenapa aku sangat
menyayangi mereka”
Kakaknya menatapnya dengan pandangan kasih sayang kepada adik. Gw
terus terang nggak pernah merasakannya, mengenal gw n kakak gw nggak
pernah akur. Saling berebut sesuatu entah itu acara tv, bantal, guling,
makanan dan lain sebagainya.
“Kamu sudah remaja ya. Nggak kerasaan lo”
“Aku lagi nggak ngelawak”
“Ya kaka juga lagi serius. Kau mulai berpikir dewasa, memikirkan
cinta, kesetiakawanan, tanggung jawab, keberanian dan masa depan. Tapi
ingat apa yang kaupikirkan itu hanya sebagian kecil dari makna
kehidupan, aku saja masih mencarinya”
Adiknya menatap dengan penuh pertanyaan sewaktu kakaknya menatap ke alam bebas didepannya.
“Saranku. Jangan pernah berputus asa”
“Saran yang basi ka. Itu nggak berhasil”
“Kenapa kau berpikir itu nggak berhasil ?”
“Lihat saja aku sekarang. Seseorang yang penuh dengan kehinaan dan kegagalan”
“Sebenarnya de, didunia ini nggak ada orang yang gagal. Mereka yang
merasa begitu hanya orang yang memang sudah menyerah dengan nasib atau
sudah putus asa. Mereka yang baru terkena ombak kecil langsung karam
dilautan. Padahal aku berharap kau tidak seperti mereka, tapi sepertinya
aku salah”
“Aku memang bukan seperti mereka”
“Tidak kau sama seperi mereka. Bila kau berpikir masalahmu berat, itu
hanya sebagian kecil dari masalah yang akan kau hadapi kelak. Bila kau
sekarang saja kau sudah menyerah dan terus berlari darinya, akan jadi
apa kau nantinya ?. Pecundang besar, itulah jawabannya !!!!!” Gw
benar-benar terkejut, nggak nyangka dia bakalan marah dengan adik
kesayangan.
Lores ketakutan, mungkin ia merasa tidak pernah dimarahi oleh
kakaknya sebelumnya. Tapi gw merasa aneh, tu anak tersenyum hanya dalam
hitungan detik sambil memandang kakaknya yang masih menenangkan
napasnya.
“Aku ingat apa kata kakak waktu pertama kali mama memarahiku. Kalo
nggak salah karena aku main-main sama pisau. Waktu itu aku menangis
keras diluar rumah, saking kerasnya tetangga diujung gang pun mendengar.
Mama menghiraukannya saja walaupun aku menangis bertambah keras”
Kakaknya mendengarkan dengan seksama sambil mengingat kembali hari
itu. Walau gw sendiri nggak mungkin ikut-ikutan inget hari itu tapi gw
diem aja, mungkin ceritanya bakalan seru.
“Ya aku ingat hari itu. Aku baru saja pulang dari sekolah. Lalu
mendapatimu terduduk diteras, menangis keras. Aku panik lo, kukira ada
yang menjahilimu lagi, eh ternyata mama yang nakal”
“Hehe. Ya. Untunglah kau ingat. Lalu kau mencoba menenangkan ku
dengan segala cara, mulai dari mengeluarkan muka yang lucu sampai
mengatakan kalau mama sedang bercanda. Tapi aku tetap saja menangis”
Lores dan kakaknya saling pandang, pandangan mereka seakan-akan mereka
memang kembali ke waktu itu. Lores berkata kembali setelah ia merebahkan
diri dirumput yang segar dan nyaman.
“Kau memelukku setelahnya dan menangis aku tak tau kenapa. Tapi aku
selalu ingat dengan apa yang kau katakan tepat disamping telingaku”
“Jangan menangis lagi, Ibu memarahimu karena dia sangat sayang
kepadamu dan tidak ingin kau terluka” Kata kakaknya tiba-tiba dan ikut
menjatuhkan diri dirumput.
“Ya, dan mulai dari saat itu aku sayang kepada mama dan papa karena
perkataanmu itu. Sekarang kau memarahiku sama seperti mama itu berarti
kau sayang kepadaku”
“Memang benar, aku sangat sayang kepadamu adikku” Kakaknya meletakkan
tangannya diatas kepala Lores. Terus terang gw cemburu dengan tingkah
laku mereka, saling menyayangi adik dan kakak. Haaah, apa mungkin gw n
kakakku akan seperti mereka ya ?. Ya,mungkin saja.
“De,cepat naik hari udah mau gelap nih”
Lores menghampiri dengan kedua tangannya penuh dengan ice cream cup.
Gw ngiler ngeliatnya, ice creamnya rasa coklat dan sepertinya sangat
enak. Pandangan gw nggak lepas dari ice cream itu sampai Lores berada
dimuka pintu mobil.
“Makan dulu ni ka”
Mereka makan berdua sedangkan gw meringis karena nggak bisa menyicipinya. Nyesel banget jadi arwah.
“De, kau mau tinggal sama kaka ?” Kakaknya membuka pembicaraan ditengah acara makan ice cream.
“Nggak, makasih ka. Takut ngerepotin, nanti suami kakak nggak diperhatiin”
Udah punya suami to, kesempatan gw ilang dong.
“Nggak masalah, kemarin kakak udah bicara ma dia, katanya nggak papa.
Lagipula, sepertinya papi sedang marah besar akhir-akhir ini, aku takut
kau akan dipukul kaya kemarin”
“Tenang nggak bakalan lagi ko. Aku juga tidak ingin meninggalkan
mereka. Aku takut siapa yang bakalan memasakkan mereka bila mereka
pulang abis kerja. Aku takut siapa yang bakalan ngurus mereka jika
mereka sendiri nggak bisa saling urus”
“Kan ada Mbo”
“Mbo nggak sampai malam lagipula aku nggak mau ngerepotin dia, kasihan udah tua”
Gw nggak mengira kalau orang seperti Lores memiliki sesuatu yang
banyak orang nggak milikin. Cinta kasih kepada orang tua. Nggak kaya gw
ya, disuruh ibu menjaga toko sebentar saja nggak mau, malah milih main.
Apalagi ama bapa, disuruh pergi ngambil berkas aja harus dipaksa dulu.
Bodoh banget gw.
“Begitu. Aku bangga sama kamu lo”
“Makasih” “Ayo ka pulang ice cream kita udah abis”
Keesokan harinya gw ngeliat muka bapa n ibunya setelah dari semalam
gw mencari-cari keberadaan mereka. Bapa n ibunya sudah berdandan rapi
tapi gw nggak tau apa pekerjaan mereka abisnya bila mereka bertiga
berkumpul, hanya keheningan dan kebencian yang ada diantara bapa n
ibunya. Dan juga kedatangan gw pada saat momen yang tepat ketika mereka
sedang bertengkar hebat hanya karena masalah yang sangat kecil, yaitu hp
siapa yang duluan ngganggu tidur mereka walau mereka dikamar yang
terpisah tapi suara ringtonenya menggema diseluruh ruangan rumah. Yang
lebih lucunya dari masalah kecil itu mereka dengan hebatnya
mengungkit-ungkit masalah2 yang telah lalu, termasuk hutang rumah yang
belum lunas2, kaya shinchan.
Berkali-kali Lores mencoba menenangkan mereka. Mengalihkan perhatian
mereka dari semua itu. Tapi sepertinya semua itu sia2 saja. Finnaly ibu
Lores melempar piring ke arah ku, gw ngeles donk, untung nggak kena.
Seiring dengan bunyi pecahnya piring, ibu Lores pergi meninggalkan
ayahnya yang dipenuhi rasa marah dan Lores yang sedang membersihkan
pecahan piring. Terus terang perasaan gw miris ngeliatnya, kerja keras
Lores ngenyiapin makanan dan juga bangun pagi, berakhir dilantai,
berhamburan. Tapi Lores tidak menangis walau gw tau didalam hatinya
sakit. Kwt juga ni anak.
Gw turun dari motor yang baru gw modip dengan costumize-Kalo ada
kacamata item wah keren banget gw, udah motornya keren gwnya juga
keren-ketika Lores berpamitan ama ayahnya. Waktu sangat cepat berlalu
begitu juga dengan langkah cepat kami, tak terasa sudah berada didepan
kelas.
seperti biasa kelas belum dimulai dan bos kami sedang bercengkrama
dengan semua anggotanya. Hari ini Lores tidak bergabung dengan mereka,
biarlah mungkin ia sudah sadar setelah diceramahi oleh kakaknya. Tapi gw
enggak, gw penasaran kenapa bos tadi nyebut2 nama gw.
“Apa kita harus mengusir Jack karena dia koma” si anak baik membela.
” Kebanyakan orang koma itu mati bila hidup juga paling cacat. Aku tidak mau menerima orang cacat, kau tau itu”
“Tapi alasannya masih kurang kuat. Itu diskriminasi namanya.”
“Hidup ini memang keras, kita tergolong yang kwt harus menyiksa yang lemah. Kan kau sendiri yang membuat motto itu.”
“…….”
“Keputusan sudah ditetapkan. Ia dipecat dari blok kita ini.”
“Terserah kau lah, bos”
Betapa terpukul-pukul perasaan gw bagai dipukul seribu godam. Bos gw
yang telah setia kulayani selama 2tahun belakangan dengan mudahnya
mengusir gw tanpa ada pertimbangan apapun. Lalu kemana jasa-jasa gw
nolongin bos ulangan, melarikan bos dari amukan massa dan hal2 lainnya.
Brengseeeeeeeek.
Gw keluar dari kelas mencoba menenangin diri. Tertipu oleh kata2 bos
‘semua untuk satu, satu untuk semua’ dan membuang tenaga dan waktu yang
berharga gw untuk sesuatu yang tidak abadi, pertemanan yang tidak abadi.
Kelas seperti biasa boring, pak pertama ampe ketiga terasa amat lama.
Gw cuman menunggu diluar karena Lores terlalu fokus belajar, menambah
keboringan gw. Baru kali ini gw senang, pak matematika yang gurunya
terkenal killer bisa gw kalahin karena gw bisa keluar pak dia sedangkan
bos saja nggak berani berkicau apalagi keluar kelas.
Lores beranjak dari tempat duduknya, memandang Mellisa yang kali ini
mengubah tatanan rambutnya yang kemarin2 rambutnya tergurai, sekarang
sudah diikat. Mukanya lebih bersih daripada yang terakhir gw liat.
Ditambah lagi dengan aksesoris antingnya yang berwarna emas, aduh
cantiknya. Eh tunggu dulu, memandang Mellisa ?. Jangan2 ni anak juga
suka dengan Mellisa.
hahahahaha, mimpi aja loe sana, mana mungkin cewe sekelas dia mau ama loe, mandang ke loe aja udah jijik.
Pandangannya berhenti setelah Mellisa n csnya meninggalkan kelas, entah kemana, gw nggak ngurusin dia sih.
Istirahat kali ini seperti istirahat dihari-hari lainnya, sebelum
keluar bos nitip makanan dengan menggunakan uang Lores, tentunya(bos
kaya odah aja).
“Jika aku punya kekuatan, aku pasti akan memukul orang itu. Tapi aku
hanya seorang nyamuk di hamparan tangan manusia yang dapat membunuhku
dengan mudah. Kata kakak jangan takut pada apapun atau siapapun. Bisakah
aku ?” Lores berbicara sendiri, akhir-akhir ini dia sering
melakukannya. Gw jadi ngeri. Ingin gw beri semangat tapi mana mungkin
suara gw didengar olehnya.
Lores mencomot beberapa gorengan dan membayarnya sebelum ia berbicara sendiri lagi.
“Kali ini Mellisa memandang 26 derajat jauh dariku. Lebih baik dari kemarin yang cuman 30 derajat. Yes, dia suka sama aku.”
wah, ni anak kurang ajar, kalo cuman segitu aja mana bisa
dibilang suka, aku aja mencapai rekor 10 derajat saja tidak sesenang
itu.
Gw menutup telinga sepanjang perjalanan karena yang dibicarakannya
membuat telinga gw panas. Dan ternyata Lores tidak berhenti
membicarakannya sampai waktu pulang sekolah. Beberapa kali gw
teriak-teriak waktu dia ngebayangin dirinya sedang pacaran bersama
Mellisa, ngelus rambutnya, ngecup keningnya, main suap-suapan,
mengatakan kata-kata mesra.
SIALAAAAAAAAAANNNNNNNNNNNNN!!!!!!!!!
Beberapa kali Lores gw tabrak pake kendaraan gw waktu dia nunggu
jemputan tapi nggak sesuai dengan yang gw harapkan, kenapa juga bisa
nembus ni kendaraan. Ahh, gw ingin ngeliat ia terpental jauh dan
mengerang kesakitan karena tulangnya patah.
“Kendaraan ini tidak bisa digunakan untuk melakukan sesuatu yang jahat.”
“Berisik lo. Coba diem aja. Gw sedang berusaha nih.”
“Sia-sia.” Pandangan gw berhenti kearah kakaknya Lores yang
menggunakan mobil carynya untuk menjemputnya. Kakaknya turun dan
menghampiri Lores dengan senyum lebar. Tapi senyum itu tidak dibalas
oleh Lores.
“Kenapa ?.”
“Nggak ada apa2. Aku cuman cape. Tadi ada ulangan.”
Ulangan ?. Kapan ulangan ?. Ni anak ngaco.
“Kalau begitu kita pulang kerumah kakak ya ?.”
“Nggak usah deh ka. Terima kasih. Aku ada kerjaan dirumah, hari ini mbo nggak masuk katanya sakit.”
“Begitu.”
Lores masuk sebelum kakaknya menyuruh. Entah kenapa perasaan dendam
gw hilang. Berganti dengan rasa penasaran akan kejadian yang akan
terjadi selanjutnya. Gw ikutin tu mobil, menguping pembicaaraan mereka
yang ternyata penuh dengan kata-kata dingin dan pendek. Kakaknya mencoba
untuk mengorek informasi dari Lores, tapi sia-sia. Putus asa ia pun
diam, seketika keheningan menyeruak, menyebar. Mungkin keadaan itu
memang yang diinginkan oleh Lores dari tadi. Tapi gw, nggak bisa
menyembunyikan rasa gelisah karena nggak tau apa2. Ingin rasanya
kupalingkan pandangannya dari jendela dan menjawab semua pertanyaan gw,
bila te2p nggak mau ngejawab, gw siksa dia. akhirnya gw cuman pasrah,
berharap ada pembicaraan yang mengarah ke masalah yang dihadapi Lores.
Tidak ada. Tidak ada pembicaraan yang terjadi. Bahkan ketika Lores
turun dan masuk kehalaman, ia tidak mengucapkan kata perpisahan dan
langsung menutup pagar. Gw sempet ngeliat wajah kakaknya, sepertinya
khawatir banget, yaaaa beralasan juga sih. Perasaan, disekolah nggak ada
kejadian yang menyakitkan hati, paling dipalak,diancem, biasa aja. Lalu
kenapa ?. Apakah karena pertengkaran tadi pagi ?. Lores masuk kerumah
dengan cepat, pemikiran gw terputus dan langsung mengejarnya.
“How do you do”
Lagi-lagi mengatakan sesuatu yang aneh.
“Eh, tuan udah datang. Sudah makan ?. Kalau belum biar mbo yang nyiapin.”
Eh, ni mbo. Kata Lores tadi kan nggak ada. Berarti ni anak
ngbohong lagi. Hmm, dua kali berbohong, pasti masalahnya berat banget.
Ni anak kan nggak suka boong-kecuali kalau lagi dipalak-apalagi ama
kakaknya yang memang disayanginya banget.
“Nanti aja. Aku belum laper. Dimana kucing ku mbo ?.”
“Dibelakang, sedang makan.”
Lores bersegera kesana. Tanpa mengganti bajunya. Eh btw kenapa gw harus mikirin kya gitu.
“Hei cing. Kau makan lahap ya. Bila nggak nanti kamu sakit.” Terus
terang gw ngerasa aneh ngedengerinnya, gaya suaranya mesra. Hiiiiiii.
Kucing itu langsung menghampiri Lores, berputar-putar disekitarnya,
berguling-guling didepannya, dan ketika Lores duduk, kucing itu dengan
sengaja naik kepangkuan Lores dan tidur. Lores mengelusnya, merasakan
bulunya yang lembut, merasakan kedamaian dan ketenangan bersamanya.
“Kau temanku satu-satunya didunia ini. Teman yang selalu ada untukku,
menemaniku, membuatku senang dan damai. Tidak ada yang lain selain
kau.” Lores memeluknya. Sekarang gw merinding, gw emang punya peliharaan
tapi gw nggak segitu banget. Gw padahal ngeh ngeliatnya, tapi mungkin
dia mau curhat ama kucingnya, sahabatnya satu-satunya.
“Hei, cing aku mau curhat.”
Nah bener perkiraan gw, perkiraan yang emang nggak pernah salah. Sekarang saatnya gw ngedengerin dengan seksama dan khidmat.
“Tadi pagi, ayah dan ibuku bertengkar lagi. Masalahnya kini berbeda,
tapi pada akhirnya akan menuju kesatu tempat yang sama, yaitu kesalahan
melahirkan aku dan kenapa anak seperti aku ini tidak langsung dibuang
ketika baru saja dilahirkan. Memang sih mereka tidak berbicara secara
langsung, tapi aku paham akan maksud dari pertengkaran mereka. Aku sudah
mencoba segala cara agar mereka tidak bertengkar lagi walau aku sadar
bahwa akulah biang semua pertengkaran, aku mencoba memperbaiki semua
pemikiran orang tuaku kepadaku. Tapi sepertinya, sia-sia mereka ingin
aku menghilang dari hadapan mereka, menghilang dari kehidupan mereka.
Ya, mungkin bila aku menghilang mereka akan kembali baikan. Apa aku
harus bunuh diri ?” Kucing itu tiba-tiba berdiri, ia berputar-putar di
paha Lores, sepertinya menunjukkan keengganan dan ketidaknyamanan.
“Kau tidak suka ya ?. Lalu apa yang harus kulakukan ?.” Stelah itu kucingnya tidur kembali, tenang. Lalu mengeong.
“Kau ingin aku berusaha lebih keras lagi ?. Kau ingin aku berjuang
untuk merubah ayah dan ibuku ?. Kau ingin aku tidak menyerah ?.”
“Meoung !!”
Gile, akibat terlalu sangat dekat dengan hewan peliharaan, mereka dapat mengerti bahasa masing2 ras. Atau hanya kebetulan aja.
“Baiklah, demi kau aku tidak akan pernah menyerah.”
Selama sejam kemudian kucing tidur dipaha Lores sedangkan Lores
sendiri tidur terduduk. Kalau aku, entahlah aku juga tidak ingat,
mungkin aku tidur atau termenung cukup lama sehingga gw nggak ingat
lagi. Anggap lah gw tidur, nggak ada bedanya kan ?.
Kakak Lores datang kembali sore hari. Enggak ngapa-ngapain, lagipula
kakaknya datang karena mbo pulangnya lebih awal dari biasanya dan Lores
minta temenin karena ia takut ditinggal sendiri. Cengeng. Inilah
akibatnya bila temennya cuman kucing seorang.
Keadaan hubungan mereka, sepertinya belum berjalan baik, terbukti
Lores cuman ngejawab pertanyaan yang memang membutuhkan jawaban yang
pendek kaya ‘udah makan belum ?’, ‘Udah mandi belum ?’, ‘udah ngerjakan
pr belum ?’, dst. Ketika kakaknya mencoba membuka pembicaraan panjang,
Lores tidak menjawab dan langsung pergi kekamarnya. main komputer.
Lores tidak keluar kamar lagi, begitu juga aku. Tapi tolong jangan
mikir ngeres, kami main komputer dan gw memang harus berada didekatnya.
Mainannya keren2 bung, kalau gw bisa ngira ramnya itu lebih dari 1Gb,
kalo vganya lebih dari 1Gb, karena mainannya itu terkenal sangat berat,
bila ramnya nggak cukup, rumornya komputer itu akan meledak. Sayangnya
ni anak gk bisa main, jadinya kalah terus. Tapi gw salut,ni anak kalah
bagaimana pun nggak pernah nyerah, wajahnya aja nggak masam.
“tok,,,tok,,tok” ” Boleh kakak masuk ?.”
“Ya, apa yang membuatku harus menghalangi kakak masuk.”
Dingin banget jawabannya. Atau ni Ac terlalu dingin ya, sehingga otak ku jadi dingin.
“Apa ?.”
“Masuk aja, nggak apa-apa.”
“Tadi kamu bicara apa ?.”
“Enggak.”
“Hmmm, eh kamu lagi main apa ?.”
“Biasa lah, cuman permainan imajinasi yang bodoh dan membosankan.”
“Kau kenapa sih, akhir-akhir ini kamu kayaknya jadi sombong dan angkuh ?.”
Bener
“Nggak ada apa2 ?.”
“APANYA YANG NGGAK ADA APA2. KAMU BERUBAH, KAKAK NGGAK SUKA.”
“AKU CUMAN INGIN BERUBAH SESUAI DENGAN LINGKUNGAN. BERHARAP TEMAN2 AKAN SUKA DENGAN AKU.”
“NGGAK BAKALAN ADA YANG SUKA SAMA KELAKUAN MU YANG SEKARANG”
Bener lagi.
“…….”
“SADAR. KAU HANYA HARUS JADI DIRIMU SENDIRI”
“INILAH AKU. AKU SEORANG MANUSIA YANG TERLALU BANYAK BERBICARA
MENYAKITKAN HATI. AKU MEMANG MENJADI DIRIKU SENDIRI.” Kali ini Lores
menangis, dan gw nggak mau ngikut bicara lagi. Lores melemparkan
tubuhnya ke kasur, tertelungkup, terdengar keras tangisannya,
terisak-isak.
Kakaknya duduk disamping ranjang, meletakkan tangannya diatas kepala Lores dan mengelusnya.
“Kau hanya harus jadi dirimu. Kalau masalah bicara, kau hanya harus
berpikir sebelum berbicara. Nanti bila kau mau, kita bisa latihan supaya
kau terbiasa berpikir sebelum bicara. Tapi janji jangan berubah menjadi
lebih buruk, kakak nggak suka.”
Anggukan kecil dalam tangisan yang keras terlihat. Melegakan perasaan
kakak Lores yang mulai dari tadi pagi cemas. Pertengkaran berakhir,
nggak ada yang menang, tapi memang itu tujuan sebenarnya sebuah
pertengkaran untuk membetulkan arah jalan yang salah.
“Sudah ah nangisnya. Udah gede ko masih cengeng.” Perlahan tapi
pasti, Lores mulai berhenti untuk menangis. Ia bangun dan Mengusap kedua
matanya yang sudah sembab dan merah. Kakaknya memberikan saputangan,
dan Lores menggunakannya dengan sangat baik untuk,,,yaa, hal-hal yang
menjijikkan, ngerti aja kan. Bayangin aja, suaranya itu bisa kedengeran
ampe ketetangga tetangganya n tetangga disebelah tetangganya. Mungkin.
“Ayo kita main diluar. Harinya sangat bagus, matahari tidak terlalu menyengat hari ini.”
“Ide yang bagus, ka.”
Lores sudah tersenyum lagi(hmm, kalimat yang bagus untuk judul
lagu),sepertinya ia akan berubah, tidak seperti dirinya yang belakangan
ini. Pengaruh kakaknya memang hebat. Btw main diluar ?. Main apa ya ?.
Ternyata cuman jalan-jalan. Semangat gw luntur. Mereka jalan-jalan
ditaman dan gw harus ngikutin mereka. Mandang bunga mawar yang berbau
harum-walau gw nggak bisa nyiumnya tapi dari ekspresi wajah kakak Lores
yang terkagum-kagum mengatakan demikian-.Terus ngebahas poon besar yang
kononnya berpenunggu, tetep aja gw nggak percaya. Lucunya Lores percaya.
Pas lagi keliling ada kucing lewat, wah secepat kilat Lores
mengejarnya, childish banget.
Lalu saat itu, gw berpikir kadang kehidupan Lores memang sangat
memberikan inspirasi, begitu menghebohkan, sangat memberiku pelajaran.
Disisi lain ia sangat menjengkelkan, bodoh, kekanak-kanakan, terlalu
mengandalkan perasaan. huh, cape gw mikirin kehidupannya nanti. Gw
ngeliat keatas, kearah awan-awan yang saling mengejar dengan bentuknya
yang abstrak tapi menarik.
Ngomong-ngomong kapan misi gw selesai ya ?. Kata Tuhan cuman aku
yang tau. Kapan aku taunya ?, dan gimana aku taunya ?. Ah, gw bosen udah
kaya gini, sendirian aja, nggak ada orang yang bisa gw ajak bicara.
Kangen rumah, kangen sama kakak, mama, papi, semuanya. Tapi, nggak ada
tanda-tanda kalo tugas gw selesai. Mo gimana lagi. Lagipula, tidak
kukira, kalau aku akhirnya akan mengatakan semua itu.
Senja ditaman sungguh indah. Kami menyaksikan matahari
perlahan menghilang, awan-awan berwarna orange dan angin malam mulai
berhembus. Burung-burung walet beterbangan, berputar-putar disekitar
sarangnya, saling bercengkrama diudara, bergembira disore itu.
Matahari sudah menghilang ditaman, begitu juga kami. Waktu terasa
cepat, sangat cepat. Tiba-tiba gw dimuka rumah Lores mungkin tanpa
sadar. Akhir-akhir ini pikiran gila gw nggak muncul. Mungkin terkena
efek kelamaan tinggal bersama orang yang membosankan, bukan, tapi orang
yang memiliki kakak yang mengerti tentang kehidupan dan terus
mengajarkannya kepada adiknya yang tersayang. Oh ya, perasaan gw gila
gara-gara kakak gw, deh. Kakak memang dibuat untuk mengajar.heh, lucu.
Mobil ayahnya sudah diparkir didalam garasi. Lores mengecek didalam
mobil, ia berharap ayahnya tidak ada didalam mobil. Kau bertanya dari
mana Gw tau ?. Itu karena setiap ayahnya ada didalam mobil itu berarti
ia mabuk lalu tertidur didalamnya dan ketika ia bangun,maka ia pasti
akan memukul Lores dengan ikat pinggannya, menurut cerita Lores sih,
seperti itu. Untunglah kali ini bapaknya tidak ada didalam. Gw lihat
wajah Lores yang sedikit lega, ia tidak harus sembunyi dari ayahnya
malam ini. Dan tentu saja gw nggak perlu sembunyi, karena gw memang
nggak mungkin dihajar.
“BRAK” Pintu rumah terbuka dengan bapaknya Lores didepannya, terlihat
mabuk. Kali ini ditangannya bukan sebuah ikat pinggang, sapu, pel, atau
kayu besar, tapi sejerigen minyak ditangan kanan dan sebuah korek api
ditangan kiri. Seperti dirasuki iblis yang berengsek, bapaknya langsung
berlari kearah Lores. Lores hanya terdiam saja, tidak lari, kemungkinan
shock. Ayahnya memukul Lores dengan jerigen. Lores terjatuh, kepalanya
berdarah. Dengan cepat bapaknya langsung menyiram kan jerigen penuh
minyak itu keseluruh tubuh Lores. Masih shock Lores tidak melawan. Semua
minyak telah tumpah, sekarang gw sangat panik. Gw tau apa yang akan
dilakukan bapaknya selanjutnya. Gw berteriak-teriak meminta tolong,
berharap ada yang mendengar dan menghampiri. Tapi beberapa menit
kemudian gw sadar, kalo gw roh.nggak bakalan ada manusia yang ngedenger.
Telpon Tuhan. Telpon Tuhan.
Dengan cepat gw menekan hp gede itu. Kali ini ayahnya sudah
menyalakan korek api, dan memandang dengan sangat menyeramkan kearah
Lores.
“Halo, Tuhan. Berikan aku kekuatan agar bisa menolongnya.”
“Maaf kalo permintaan itu, tidak bisa saya kabulkan. Ini sudah takdirnya yang tidak bisa diubah oleh siapapun.”
“OMONG KOSONG DENGAN TAKDIR. CEPAT BERIKAN AKU KEKUATAN AGAR. GW
NGGAK MAU NGELIAT SESEORANG PUN TERSIKSA DIDEPAN GW DAN GW SENDIRI CUMAN
MANDANGIN NYA AJA, TANPA BISA MELAKUKAN APAPUN.”
“Tapi, hanya itu saja yang dapat kau lakukan. Memandangnya tersiksa dan menyadari betapa kau tidak dapat membantunya. Maaf.”
“AYOLAH. AKAN KUBERIKAN APA SAJA, ASALKAN KAU MENGABULKAN PERMOHONAN KU BARUSAN.”
“Kau lebih baik duduk saja dengan tenang. Dan tontonlah pertunjukan
ini, bukankah ini yang memang kau inginkan. Mencelakai orang yang
mengimpikan gadis yang kau impikan dengan sangat berlebihan.”
“Tapi,,,,,”
“tuuuuuuuuuuuut” telpon terputus. Kesempatan gw nelpon Tuhan lagi,
juga sudah habis. Hp masih ditangan ketika dengan kejamnya dan tanpa
rasa bersalah bapaknya Lores melempar korek api yang menyala ketubuh
Lores yang dilumuri minyak. Masih ingat diingatan gw gimana wajah Lores
yang pasrah tertunduk, seakan-akan menanti ajal yang sebentar lagi akan
dia rasakan.
Api dengan cepat menjalar ditubuh Lores. Membakarnya tanpa ampun. Gw
mencoba untuk mengumpulkan air, tapi sia-sia. Semua benda tidak ada
satupun yang dapat gw pegang. Bahkan kendaraan gw nggak bisa
ngapa-ngapain. Sesaat kemudian Lores berteriak kencang, sepertinya ia
tidak tahan lagi dengan siksaan api yang panas membakar yang dari tadi
ditahannya. Sakit perasaan gw ngedengernya, seperti diiris-iris. Tapi,
semakin gw bersikeras untuk menolong, semakin gw ngerasa seperti anak
yang bodoh. Akhirnya gw terduduk, menangis. Menangis akan kelemahanku
yang tidak berguna.
Api berkobar menyala berwarna merah dan teriakan kencang, mengundang
para tetangga. Yang langsung menolong seketika, nggak seperti gw yang
dari tadi cuman hanya bisa mamandanginya saja. Ayahnya berada dimobil
setelah selesai melakukan hal tidak beradab. Beberapa warga menangkap
ayahnya ketika sedang meminum minuman keras. Mungkin dia puas dengan
perlakuannya barusan, ingin sekali kulihat wajahnya saat itu. Dan
mungkin akan kupukul dia dengan kedua kepalan tanganku. Entahlah, aku
tidak peduli dengannya, gw saja masuk ke mobil ambulance dengan motor
gw, bersama Lores yang pingsan dengan derita luka bakar yang sangat
mengenaskan didalamnya. Petugas rumah sakit mencoba memberikan
pertolongan. Aku tidak mengerti cara mereka melakukannya dan untuk apa.
Setidaknya mereka berguna.
Dokter dengan sigap menghampiri Lores. Menyuruh beberapa pembantunya
untuk membantu mengangkat Lores dan membawanya ke UGD. Untunglah dia
masih hidup, tapi dia pingsan. Tabung oksigen dipasang dengan cepat,
infus dipasang, obat penenang disuntikkan. Dan dokter langsung
mengoprasinya.
Aku tidak tahan melihat semuanya. Darah yang terus keluar dan nanah
bermunculan dari bekas luka bakar, melihat kulit yang dikelupas dari
seluruh badan, tapi yang paling sakit melihat wajah Lores yang terbakar
dengan sangat gara-gara gw yang nggak dapat menolongnya. Aku keluar dari
ruangan itu, ruangan yang penuh cahaya.
Kakaknya menunggu diluar, terduduk diruang tunggu, tidak menangis, ia
hanya memandang keatas. Gw nggak tau apa yang membuatnya sangat kuat.
Gw duduk disampingnya memandang kedepan, kami berdua terdiam. Gw
letakkan tangan gw dikepalanya mencoba menenangkannya ketika kekuatannya
telah hilang dan tangisannya memecah keheningan. Walau sia-sia gw tau
dia dapet ngerasakannya didalam perasaannya yang terdalam.
Hp gede itu masih ada ditangan ku yang satunya. memandanginya,
menyesal. Ingin sekali kutelpon lagi Tuhan, tapi….. Gw juga nggak ngira
kalau perkataan Tuhan tentang kesempatan itu memang akan sangat gw
perlukan. Gw berpikir mungkin Tuhan tau tentang kejadian ini, bukankah
itu memang kekuatan Tuhan, mengetahui masa depan.
Kakaknya tidak berhenti menangis. Ia juga menyesal karena tidak bisa membujuk Lores agar mau tinggal bersamanya.
“Harusnya kupaksa Lores, aku sudah bisa merasakan kejadian ini akan
terjadi. AAAAAAA, tapi,,tapi,,, aku terlalu bodoh untuk mempercayainya.”
Kali ini kupeluk dia, kupeluk dia erat2. Gw benci mendengar
tangisannya yang keras, tangisan rasa bersalah yang menyayat hati. Gw
tau penyesalan akan datang terlambat, tapi beginikah rasanya ?.
“Lores apakah kau disini ?.” Gw terkejut kakaknya bisa ngerasakan
sentuhan gw. Dan ia membalas pelukan gw, dan gw dapat ngerasakannya
juga.
Aku bukan Lores, aku temannya. Teman yang dalam beberapa hari ini
selalu ada didekatnya, mendengarkan ocehannya, doanya, harapannya dan
juga lamunannya.
Dia nggak ngedengerinnya, tapi Tuhan dengar, gw harap Tuhan
mau menyampaikan pada kakaknya. Gw lihat wajahnya yang tenang terpejam.
Sudahlah, anggap aja gw Lores, paling tidak ia tidak harus menangis
lagi.
Dokter keluar beberapa jam kemudian mengabarkan berita buruk dan
baik. Baiknya ia masih hidup dan tidak perlu menggunakan tabung oksigen.
Kabar buruknya hidupnya tidak akan lama, mungkin besok atau lusa tapi
paling lama ia bertahan sampai hari Minggu ini, lima hari dari sekarang.
Dan juga senennya gw ulangan.
Kakaknya pergi entah kemana setelah itu, gw nggak tau kemana, tapi
kalau kepenjara gw titip dua ratus pukulan ke kakaknya untuk bapaknya.
Oh ya, gw juga dapet berita kalo mamanya juga dibunuh oleh bapaknya,
tiga puluh menit sebelum membakar Lores. Kalo gw pikir mungkin tu bapak
jahanam akan dihukum mati. Berarti tinggal kakaknya aja yang masih
hidup, tapi menurut gw ia bakal bisa menjalani hidup dengan santai.
Gw bersama Lores, berdiri disampingnya yang sedang tidur ketika
suster datang dan membuka tirai jendela. Sekarang gw bisa dengan sangat
jelas ngeliat Lores yang dibalut perban disekujur tubuhnya. Pemandangan
dikamar ini bagus, sangat bagus. Matahari terbit dengan tampak jelas
dikamar itu. Mengaggumi keindahan bumi Tuhan yang telah dibuat-Nya
dengan sangat sempurna dan penuh rencana.
Setiap empat jam sekali dokter datang, memeriksa keadaan Lores. Dan
sampai siang ia juga belum bangun. Mungkin seharusnya gw jalan2 dulu.
Nenangin diri, hmmm mungkin nendang motor gw yang nggak berguna akan
lebih asik. Gw ancurin aja sekalian.
Sebuah suara yang gw kenal muncul diruangan sebelah sewaktu gw baru
aja melangkah keluar dari ruangan itu. Kaya suara mami gw deh. Masuk
keruangan asal suara, terkejut. Diruangan itu terbaring gw yang sedang
koma tanpa tabung oksigen dan tidur terlentang. Selimut tergerai
diatasku, tapi tentu saja nggak ampe wajah.
Wajah ku agak sedikit bengkak, padahal gw make helm yang terkenal
sangat kuat. Masa ancur sih, nggak bakalan lagi deh gw beli tu merk.
Sakit ati juga nih, gimana cara ngebaikin muka gw ya ?.
“Bagaimana keadaan anak saya dok ?.”
“Masih seperti yang kemarin. Tapi tadi malam jantungnya berdetak
cepat dan beberapa hari yang lalu ia seperti sedang berlari, yang lebih
aneh otaknya tidak menunjukkan penurunan aktifitas. Seakan-akan ia tidak
koma, tapi sedang melakukan pekerjaan seperti biasanya.”
“Apakah itu aneh dok ?.”
“Aneh sih iya.”
“Jadi, apakah baik atau buruk ?.”
“Baik, malah sangat baik. Kalau begini terus, bila ia bangun nggak bakalan ada efek akibat koma.”
hmm, jadi Tuhan memelihara tubuh gw selama gw nggak ada. Bagus juga.
Mama gw duduk setelah itu, wajah cemasnya hilang, timbul wajah harapan. Harapan gw agar cepat bisa bangun kembali.
Lebih baik gw tinggal sebentar disini. mandangin wajah mami, gw kangen.
Tiga hari telah berlalu, gw masih berada disamping Lores
yang dari tiga hari yang lalu nggak bangun2. Ni anak koma atau tidur sih
?. Kakaknya datang siangnya, yaa seperti hari2 kemarin sih, banyak
berbicara tentang kegiatan yang akan mereka lakukan sewaktu nanti ia
bangun dari tidurnya. Memberi semangat agar ia kuat dan bangun
secepatnya. Memberi harapan dan kesenangan yang gw tau akan Lores suka.
Asiknya hari ini Kakaknya nggak nangis kaya hari sebelumnya-terus terang
gw lama2 jengkel juga ngedengernya-. Sampai sore kakaknya disitu, tu
anak nggak bangun2 juga.
Malamnya ketika gw sedang menghayal akan ngapain setelah gw dapet
uang banyak-gw nganggur, jadinya mikir kaya gitu-, Lores bangun, membuka
matanya yang berat dan terus tertutup setelah kejadian malam bencana
itu. Pandangannya keatas, lalu memandang kearah ku beberapa menit
kemudian. Gw mau manggil suster saat itu, tapi sudahlah beberapa menit
lagi suster jaga akan meriksa juga.
“Hei, Kau Jack kan. Kau menjengukku ya, makasih.”
“Kau bisa melihat ku ?.”
“Tentu saja. Memangnya kenapa ?.”
“Nggak ada, apa2.” Gw mendekati Lores, duduk disampingnya. Ia mencoba
untuk duduk, gw bantu ia agar bisa duduk dengan mantap. Gw
bantu,,,,entah kenapa saat itu gw nggak sadar kalo Tuhan menjadikan gw
kelihatan dan memiliki kekuatan manusia ku kembali.
“Thanks.”
“ya.”
“Maaf kau harus melihat gw seperti ini. Penuh dengan luka dan mengerikan.”
“Nggak papa.”
“Kamu datangnya sendiri aja ?.”
“Tadi sekalian ngejenguk keluarga dikamar sebelah. Gw ngeliat kamu, jadi ada inisiatif kesini.”
Tawa kecil muncul diwajahnya yang terbalut kain.
” Bagaimana keadaan mu ?.”
“Sakit, nggak tertahankan. Mungkin aku akan mati malam ini.”
“Jangan bicara kaya gitu. bertahanlah, kau akan sehat.”
“ya, aku juga berharap demikian. Walau hidup ku tersiksa dan penuh
ancaman. Walau hidupku tidak pernah ada kesenangan dan kegembiraan.
Walau hidupku tidak seperti hidup teman-temanku dan aku sendiri nggak
punya teman. Aku sangat ingin dapat bertahan hidup lama, menggapai
cita-cita dan keinginan ku yang terdalam. Apapun yang terjadi aku akan
sangat menyenangi hidupku, dan tidak akan pernah menyesalinya. Tapi,
sepertinya aku tidak tahan lagi, sakit ini sangat menyakitkan,
menggerogoti nyawaku.”
“Hei, lihat aku. Jangan pernah menyerah, itu kata kakakmu kan, jadi ikuti sarannya. Jangan kalah dengan sakit itu.”
“Terima kasih. Aku sangat senang diakhir hidup ku ada seorang teman
yang mau menjengukku dan menemaniku diakhir hayat ku. Aku sangat
berterima kasih kepadamu.” perlahan matanya tertutup, tertutup dan tidak
akan pernah bangun lagi.
Gw memandang Lores, nggak ada yang bisa gw lakuin sekarang. Hp gw berbunyi, dari Tuhan.
“Halo, Tuhan. Tugas ku telah selesai kan ?”
“Ya, tugas mu sudah selesai, saatnya kau pulang ketubuhmu yang terbaring.”
“Oh ya, Tuhan. Gw akhirnya paham maksud dari tugas ini. Kau ingin mengubah perilaku gw kan ?.”
“Hmp….” Cahaya yang terang muncul dari langit2 ruangan, tepat diatas
kepalaku. Kejadian yang kurasakan pertama kali, kembali kurasakan. Gw
ngerasa masuk ketubuh gw dengan paksa, mengepaskan seluruh bagian tubuh
gw dengan bentuk nyawa gw.
Gw bangun, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Perlu beberapa menit untuk
gw menenangkan jiwa yang baru saja mengalami ketegangan. Gw duduk dan
memanggil suster. Ia nampak terkejut-ya, memang harus sih-, lalu
memanggil dokter secepatnya.
Gw diperiksa dan divonis nggak ada masalah dengan tubuh gw. Dokter
meninggalkan gw dan ia nyuruh gw untuk istirahat, dan juga ia sempat
mengatakan kalo my mami akan dateng tiga puluh menit nanti.
Gw berbaring, mengingat lagi hari2 penuh makna tinggal bersama Lores. Mendapatkan pelajaran yang sangat bermakna.
“Ia, memanggilku teman. Kehidupannya memberikan gw kesadaran akan
pentingnya sebuah semangat. Semangat untuk bertahan dalam segala
masalah.”
Gw bangkit, sambil membawa botol infus, gw keruangan sebelah, ruangan
dimana Lores terakhir kali menghirup oksigen. Kakaknya berada didalam
bersama dokter yang sedang menjelaskan secara ilmiah apa yang telah
terjadi. Waktu gw masuk tu dokter keluar.
“Kau siapa ya ?. Teman Lores ?.” Kakaknya menyapaku terlebih dahulu,
wajahnya menampakkan kesedihan matanya merah, air mata tidak lagi
mengalir, mungkin sudah habis. Atau mungkin ia sudah merelakan kepergian
Lores.
“Ya, saya teman Lores. Saya sedang dirawat karena kecelakaan, dan
saya baru dapat kabar kalau dia sedang dirawat disini juga, jadi
sekalian. Bagaimana keadaannya.” Gw tau akan sedikit aneh jika gw
langsung nanya dimana n kapan ni anak akan dikubur.
“Dia sudah meninggal.”
“Oh, maaf.”
“Nggak papa. Ia meninggal dengan tenang sekarang ia tidak perlu lagi tersiksa sekarang.”
“…….”
“kau teman dekatnya ?.”
“Dalam beberapa hari terakhir ini sebelum saya kecelakaan.”
“hmm, untunglah ia punya teman. Dahulu ia sering takut tidak punya
teman dan jika waktu ia meninggal, tidak akan ada orang yang mau
mendatangi kepemakamannya. Tapi sekarang ia tidak perlu lagi takut.”
“Iya. Kalau boleh tau kapan dan dimana Lores akan dimakamkan ?.”
” Didekat sini saja, dan mungkin siang ini akan langsung dimakamkan.”
“Didekat rumah sakit ini ?, yang dibelakang Mesjid dekat sini maksud anda.”
“Iya.”
“Nanti saya pasti akan datang.”
Gw kembali kekamar, meninggalkan kakaknya, membiarkan ia sendiri, gw tau ia sangat memerlukannya
Gw berpikir ditempat tidur, sambil berbaring.
“Kenapa cuman gw aja yang dateng ?. Kenapa nggak semua teman2 sekolah
yang dateng ?.” Gw liat ada Hp mami gw yang ketinggalan, aneh sih my
mami terkenal jarang pelupa, tapi biarlah gw nggak peduli. Otak gw
bekerja dengan cepat.
“gw ada ide.”
Secepat kilat gw sambar Hp mami, menekan beberapa nomor yang memang
gw kenal banget. Gw habarkan ke mereka dan menyuruh mereka untuk datang
kepemakaman Lores. Ada beberapa yang nggak mau, tapi setelah gw beri
iming2 hadiah mereka mau termasuk bos gw, bos berengsek yang gw berjanji
akan membalasnya nanti. Mellisa juga gw beri kabar, nadanya menunjukkan
adanya keterkejutan, ia akan datang, gw senang ngedengernya, karena gw
tau Lores akan senang bila ngeliat Mellisa berada dipemakamannya.
Pemakaman Lores penuh oleh teman2 sekelas, ada yang ikhlas ada yang
nggak, gw nggak peduli yang penting yang datang banyak. Pemuka agama
memimpin pemakaman, berdoa bersama. Kakaknya menaburkan bunga untuk
adiknya sama seperti menaburkan bunga untuk mamanya. Gw sempat ngeliat
wajah kakak Lores yang senang karena semua teman sekelas datang.
Huuuuh, kau merepotkan gw saja Lores. Tapi ini nggak
sebanding dengan apa yang telah loe berikan ke gw. Waktu itu loe bilang
terima kasih ke gw, padahal seharusnya gw yang berterimakasih ke loe.
Pandangan gw tertuju ke pak Akhmad, guru yang nyebut Lores produk gagal. Senyum kecil nggak sengaja keluar dari wajah gw.
Produk gagal huh. Loe emang produk gagal, produk gagal yang
menunjukkan ke gw, nggak semua produk itu gagal. Bener begitu kan
Tuhan..
Gw mandang keatas, awan menaungi kami dari teriknya sinar matahari.
Sebuah tangan Tuhan yang selalu melindungi manusia dengan rencananya
yang matang.
End.
goresan pena sahabat lama
By imam 2007
Komentar
Posting Komentar