Aku adalah anak semata wayang dari seorang ibu rumah tangga yang bersuamikan seorang fotografer. Papa, begitu panggilanku kepada seorang Ayah, berada di rumah hanya delapan hari dalam sebulan tepatnya dua hari dalam seminggu. Tahu kenapa? Itu karena tour keliling kota untuk lomba atau di butuhkan jasanya oleh instansi-instansi tertentu. Dalam tour Papa ke luar kota, aku dan Mama tinggal berdua di rumah. Keluarga kami tidak memiliki pembantu rumah tangga sehingga semua pekerjaan rumah di urus oleh Mama, kecuali pekerjaan rumahku yang berhubungan dengan rumus-rumus matematika dan fisika. Satu-satunya kendaraan kami adalah satu unit mobil Toyota avanza berwarna putih bersih, warna mobil itu adalah atas usulanku yang di setujui Papa, selaku pembelinya. Kemanapun kami pergi pastinya menggunakan mobil itu.
Pada suatu hari minggu, aku dan Mama pergi ke pasar tradisional. Tidak biasanya Mama mengajak aku turut serta bersamanya. Dan tidak biasanya pula Mama belanja di pasar tradisional. Rupannya Mama ingin sedikit berhemat pada akhir bulan itu. Uang pemberian Papa yang diterima Mama setiap awal bulan sudah terpakai untuk berbagai kepentingan Mama seperti arisan, beli perlengkapan kosmetik, perawatan wajah dan satu hal yang Mama rahasiakan yang tak ku ketahui.
“Ma, tumben ngajak Ira ikut belanja dan itu belanja ke pasar tradisional? Kan biasanya Mama belanja sendiri ke super market.” Kataku bertanya kepada Mama seraya Mama sedang membuka pintu gerbang hendak mengeluarkan mobil dari kandangnya. “Ini kan akhir bulan sayang, uang Mama sudah mengecil nominalnya, jadi Mama mau hemat” Mama menjawab pertanyaan pertamaku. Dan kemudian aku mengajukan pertanyaan kedua. “Emang uda Mama pakai buat apaan sih uang Mama itu?” “Pertama, buat iuran uang arisan. Kedua buat perawatan wajah Mama. Ketiga, buat beli perlengkapan perawatan wajah Mama. Dan juga buat…… .” tiba-tiba Mama berhenti menjawab. “Buat apa Ma?” aku bertanya dengan penuh penasaran. “Ada deh.” Kata Mama sambil tertawa pelan. “Yah Mama pelit” jawabku. “Nanti Ira tahu sendiri kok. Ayo sekarang berangkat, jangan lupa tutup pintu gerbangnya.” “Iya Ma.” Jawabku sambil menutup pintu gerbang yang bunyinya nyaring itu.
Sesampainya di pasar setelah beres memarkirkan mobil, aku pun masuk bersama Mama. Tujuan pertamanya adalah membeli tempe, makanan kesukaan Mama, lalu udang makanan kesukaan Papa dan yang terakhir ikan laut makanan kesukaanku. Sebelum sampai ke tempat penjual ikan laut, aku menemukan penjual bubur merah dan sangat tertarik untuk membelinya. Aku membuat alasan agar bisa membeli bubur merah yang di jual dekat penjual sayuran itu. “Ma, kita kan belum punya sayuran buat makan nanti. Bikin sayur asem yuk, tu bahannya ada di sana, dekat penjual bubur merah.” Kataku beralasan. “Emmm, iya juga ya. Ee Ira juga sambil mau beli bubur merah itu kan?” Mama mengiyakan usulan sekaligus alasanku sambil menebak apa yang ada dalam hatiku. “Hehe, Mama tahu aja” kataku sambil kengengesan. Akhirnya aku membeli Rp5000 bahan sayur asem dan Rp5000 bubur merah. “Masih anget kan bubur merahnya?” kata Mama memulai percakapan. “Masih Ma, belum odoros kan maksud Mama?” “Odoros? Apa itu sayang?” Mama menjawab pernyataanku bingung. “Eh kadaluarsa maksud Ira Ma” kataku menjelaskan. “Oh” kata Mama paham.
Setelah selesai membeli semua kebutuhan sampai yang terakhir membeli ikan laut, akhirnya aku dan Mama menuju tempat parkir mobil hendak benranjak pulang dari pasar. Sesampainya di tempat parkir mobil dan aku masuk ke mobil, teringatlah aku pada bubur merah yang ku bbeli tadi. Dan ternyata sudah tidak hangat lagi yang menandakan sudah lama. “Wah uda odoros” tanpa sadar aku kembali mengucapkan kata itu. Setelah menyadari bahwa bubur merah itu sudah tidak hangat. Tapi apa mau di kata, aku tetap memakan bubur merah itu dan rasanya tetap enak karena memang baru satu jam terlupakan. Dalam perjalanan pulang Mama melalui jalur alternative yang terhindar dari kemacetan.
Di tengah perjalan tiba-tiba mobil berhenti begitu saja. “Kok berhenti di tengah jalan si Ma?” “Astagfirullahalazim! Ra ayo kita turun, dorong ke pinggir nanti kita di tabrak.” Kata Mama sedikit panic. “Iya Ma, ayo cepet kita turun” kataku seraya Mama mematikan mesin mobil. “Satu, dua, tiga” Mama memberi aba-aba memulai mendorong mobil bersama-sama. Setelah berhasil meminggirkan mobil bersama Mama yang untungnya tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan alternative itu karena kendaraan masih senjang, aku bertanya-tanya apa penyebab mogoknya mobil itu dan mencoba mengecek dugaanku.
Dan ternyata dugaanku benar, bahan bakar mobil sudah habis atau berada pada garis E yaitu Empty dalam bahasa Inggris dan Entek dalam bahasa Jawa yang berarti habis. “Ma, bensin mobil sudah habis.” “Astaga, kemarin Mama lupa mau beli” “Ya udah sekarang Ira beliin. Sini uang Mama” kataku sambil menyodorkan tangan meminta uang. “Ini sayang hati-hati ya” “Iya Ma”
Akhirnya aku berangkat ke SPBU terdekat dengan membawa jerigen yang memang sudah di siapkan Mama sebagai antisipasi terjadinya hal seperti ini.Dalam perjalanan menuju SPBU yang jaraknya 2 kilo dari TKP mobil mogok, aku kehausan dan membeli minuman di toko dekat gereja, meminumnya di tempat dan langsung pergi begitu saja, tanpa membayar. Dan mungkin hal itu yang membuat seekor anjing menggonggong dan akhirnya mengejarku. Akupun berlari sekencang kencangnya. Dalam pelarianku yang dipenuhi kepasrahan itu, aku berteriak minta tolong dan sekali lagi mengatakan odoros. Bak mantra dari dunia sihir, seketika itu juga aku menoleh ke belakang dan anjing itu sudah hilang, dan ketika aku melihat ke depan lagi, telah berdiri seorang preman sangar yang sedang membawa batu hendak melempar anjing itu.
Dan ternyata Allah menurunkannya untuk menolongku dari kejaran anjing. Tapi di balik itu aku juga takut karena sedang berhadapan dengan preman yang sikapnya terkenal jahat dan kejam. Apa yang akan dilakukan oleh preman ini? Pikirku. “Ya Allah tolonglah hamba” kataku tanpa sadar dan membuat preman itu melototi aku. Akhirnya aku dibawa ke tempat tersembunyi dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba aku melihat hal yang tak terduga muncul di hadapanku, tenyata preman itu adalah orang baik. Dia menceritakan semuanya kepadaku tentang kehidupannya yang keras. Dia terpaksa menjadi preman, preman pemalak di pasar tempat Mama dan aku belanja tadi. Dia melakukan itu untuk menghidupi anaknya yang masih bersekolah dan memiliki cita-cita tinggi, dia merahasiakan hal ini pada anaknya. Preman itu mengaku bahwa dia hanya memalak pedagang yang curang dan tamak. Dia selalu gagal dalam mencari pekerjaan, kehidupannya tidak kunjung membaik. Aku mengajaknya untuk mengucapkan kalimat istigfar, namun ternyata dia adalah seorang nasrani. Nasrani yang terlantar yang menurutku masih memiliki jiwa yang kuat dan pantas hidup. Hidup sebagai orang Islam yang sejahtera. Banyak ceritanya membuat air mataku jatuh sehingga lupa akan tujuanku. Dan untuk yang keempat kalinya aku mengatakan kata odoros itu lagi.
“Odoros, aku harus pergi ke SPBU!” kataku sambil memegang kepala tand lupa. “Biar saya antar pakai bajai teman saya.” preman itu menawarkan. “Lewat jalan alternative ya, dan pastikan bensinya juga ada.” Kataku menerima penawaran yang disertai persyaratan. “Iya” kata preman itu dengan tegas dan yakin. Menempuh perjalanan 1 kilo aku sampai di SPBU lalu membeli bensin dan aku langsung diantarkan ke TKP mobil mogok oleh preman yang tak kuketahui namanya itu. Sesampainya di TKP mobil mogok, ku temukan Mama sedang bergulat dengan seorang lelaki yang seprtinya mencoba mengambil alih mobil tanpa bahan bakar itu. Preman yang mengantarku tadi mencoba membantu, namun lelaki itu sudah babak belur dan kabur meninggalkan kami bertiga. Saat itu aku baru tahu rahasia Mama, bahwa akhir-akhir ini Mama belajar silat. Mama sangat hebat. Aku memuji dalam hati. Tanpa berpikir panjang aku langsung menuju tempat mama.
“Mama!” kupeluk Mama seerat-eratnya, rasanya tidak ingin lepas dari pelukannya. “Mama enggak kenapa-kenapa kan?” ku tanya Mama dengan nada penuh kekhawatiran. “Enggak kenapa-kenapa kok sayang” kata Mama sambil mengelus kepalaku. Mama juga mengusap air mata dipipiku yang sebagian sudah terminum olehku. “Sekarang isi mobil dengan bensin dan kita pulang, terus masak yang enak oke?” “Iya Ma” Setelah selesai mengisi bensin, Mama baru menyadari bahwa ada orang lain selain Mama dan aku di tempat itu. Aku juga lupa dengan preman itu. Dan akhirnya Mama bertanya.
“Siapa itu sayang?” “Oh iya. Ini bapak yang nyelamatin Ira dari kejaran anjing, dan nganter Ira ke SPBU sampai ke sini” “Oh, terimakasih sudah membantu Ira.” Kata Mama berterimakasih kepada preman itu. “Sama-sama” katanya menjawab. Mama mengajaknya untuk mampir ke rumah, namun dia menolak.
Akhirnya aku pulang bersama Mama, ku ceritakan semua yang terjadi. Mama mengelus kepalaku dan mencium keningku setelah sampai di rumah. Ku lihat Papa sedang berada di depan komputer ruang keluarga. Ku tarik tangan Papa perlahan meminta perhatiannya dan menceritakan kejadian tadi. Papa langsung mencium keningku dan mengatakan dia bangga padaku. Aku berencana untuk meperkerjakan preman itu di rumah yang bisa membantu pekerjaan Mama. Mama sangat setuju dengan rencanaku yang pertama kali ku utarakan ke Papa.
Keesokan harinya, hujan deras melanda Jakarta. Seminggu hujan melanda, Jakarta banjir. Sekolah-sekolah di liburkan. Di beberapa daerah banjir bandang melanda. Dan daerah itu adalah daerah tempat preman itu tinggal. Daerah rumahku yang tidak terkena banjir bandang sangat beruntung. Namun di tempat banjir bandang melanda ada penduduknya meninggal dunia. Ketika aku mengajak Mama ke tempat tinggal preman itu, ternyata preman itu sudah meningggal dunia bersama anaknya.Preman itu meninggal dalam keadaan memeluk anaknya dan memeluk agama Islam. Memeluk Islam karena telah berusaha mengucapkan kalimat istigfar dan menyadari keindahan Islam yang membuat hidupnya sedikit lebih tenang. Begitulah ku dengar cerita dari teman preman yang selamat yang beragaman Islam, yaitu orang yang menpunyai bajai yang di pinjam oleh preman itu untuk mengantarkan aku ke SPBU.
Rencanaku tidak terlaksana. Namun setidaknya preman itu dalam keadaan Islam. Semoga arwahnya di terima oleh Allah swt. Hanya itu saja doaku. Pengalaman ini adalah pengalaman berhargaku bersama dengan kata odoros yang tidak ku ketahui dari mana asalnya. Mungkin Allah mengirimkan kata yang tak terduga itu sebagai pengingat kejadian berharga yang tak terduga itu pula.
Pada suatu hari minggu, aku dan Mama pergi ke pasar tradisional. Tidak biasanya Mama mengajak aku turut serta bersamanya. Dan tidak biasanya pula Mama belanja di pasar tradisional. Rupannya Mama ingin sedikit berhemat pada akhir bulan itu. Uang pemberian Papa yang diterima Mama setiap awal bulan sudah terpakai untuk berbagai kepentingan Mama seperti arisan, beli perlengkapan kosmetik, perawatan wajah dan satu hal yang Mama rahasiakan yang tak ku ketahui.
“Ma, tumben ngajak Ira ikut belanja dan itu belanja ke pasar tradisional? Kan biasanya Mama belanja sendiri ke super market.” Kataku bertanya kepada Mama seraya Mama sedang membuka pintu gerbang hendak mengeluarkan mobil dari kandangnya. “Ini kan akhir bulan sayang, uang Mama sudah mengecil nominalnya, jadi Mama mau hemat” Mama menjawab pertanyaan pertamaku. Dan kemudian aku mengajukan pertanyaan kedua. “Emang uda Mama pakai buat apaan sih uang Mama itu?” “Pertama, buat iuran uang arisan. Kedua buat perawatan wajah Mama. Ketiga, buat beli perlengkapan perawatan wajah Mama. Dan juga buat…… .” tiba-tiba Mama berhenti menjawab. “Buat apa Ma?” aku bertanya dengan penuh penasaran. “Ada deh.” Kata Mama sambil tertawa pelan. “Yah Mama pelit” jawabku. “Nanti Ira tahu sendiri kok. Ayo sekarang berangkat, jangan lupa tutup pintu gerbangnya.” “Iya Ma.” Jawabku sambil menutup pintu gerbang yang bunyinya nyaring itu.
Sesampainya di pasar setelah beres memarkirkan mobil, aku pun masuk bersama Mama. Tujuan pertamanya adalah membeli tempe, makanan kesukaan Mama, lalu udang makanan kesukaan Papa dan yang terakhir ikan laut makanan kesukaanku. Sebelum sampai ke tempat penjual ikan laut, aku menemukan penjual bubur merah dan sangat tertarik untuk membelinya. Aku membuat alasan agar bisa membeli bubur merah yang di jual dekat penjual sayuran itu. “Ma, kita kan belum punya sayuran buat makan nanti. Bikin sayur asem yuk, tu bahannya ada di sana, dekat penjual bubur merah.” Kataku beralasan. “Emmm, iya juga ya. Ee Ira juga sambil mau beli bubur merah itu kan?” Mama mengiyakan usulan sekaligus alasanku sambil menebak apa yang ada dalam hatiku. “Hehe, Mama tahu aja” kataku sambil kengengesan. Akhirnya aku membeli Rp5000 bahan sayur asem dan Rp5000 bubur merah. “Masih anget kan bubur merahnya?” kata Mama memulai percakapan. “Masih Ma, belum odoros kan maksud Mama?” “Odoros? Apa itu sayang?” Mama menjawab pernyataanku bingung. “Eh kadaluarsa maksud Ira Ma” kataku menjelaskan. “Oh” kata Mama paham.
Setelah selesai membeli semua kebutuhan sampai yang terakhir membeli ikan laut, akhirnya aku dan Mama menuju tempat parkir mobil hendak benranjak pulang dari pasar. Sesampainya di tempat parkir mobil dan aku masuk ke mobil, teringatlah aku pada bubur merah yang ku bbeli tadi. Dan ternyata sudah tidak hangat lagi yang menandakan sudah lama. “Wah uda odoros” tanpa sadar aku kembali mengucapkan kata itu. Setelah menyadari bahwa bubur merah itu sudah tidak hangat. Tapi apa mau di kata, aku tetap memakan bubur merah itu dan rasanya tetap enak karena memang baru satu jam terlupakan. Dalam perjalanan pulang Mama melalui jalur alternative yang terhindar dari kemacetan.
Di tengah perjalan tiba-tiba mobil berhenti begitu saja. “Kok berhenti di tengah jalan si Ma?” “Astagfirullahalazim! Ra ayo kita turun, dorong ke pinggir nanti kita di tabrak.” Kata Mama sedikit panic. “Iya Ma, ayo cepet kita turun” kataku seraya Mama mematikan mesin mobil. “Satu, dua, tiga” Mama memberi aba-aba memulai mendorong mobil bersama-sama. Setelah berhasil meminggirkan mobil bersama Mama yang untungnya tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan alternative itu karena kendaraan masih senjang, aku bertanya-tanya apa penyebab mogoknya mobil itu dan mencoba mengecek dugaanku.
Dan ternyata dugaanku benar, bahan bakar mobil sudah habis atau berada pada garis E yaitu Empty dalam bahasa Inggris dan Entek dalam bahasa Jawa yang berarti habis. “Ma, bensin mobil sudah habis.” “Astaga, kemarin Mama lupa mau beli” “Ya udah sekarang Ira beliin. Sini uang Mama” kataku sambil menyodorkan tangan meminta uang. “Ini sayang hati-hati ya” “Iya Ma”
Akhirnya aku berangkat ke SPBU terdekat dengan membawa jerigen yang memang sudah di siapkan Mama sebagai antisipasi terjadinya hal seperti ini.Dalam perjalanan menuju SPBU yang jaraknya 2 kilo dari TKP mobil mogok, aku kehausan dan membeli minuman di toko dekat gereja, meminumnya di tempat dan langsung pergi begitu saja, tanpa membayar. Dan mungkin hal itu yang membuat seekor anjing menggonggong dan akhirnya mengejarku. Akupun berlari sekencang kencangnya. Dalam pelarianku yang dipenuhi kepasrahan itu, aku berteriak minta tolong dan sekali lagi mengatakan odoros. Bak mantra dari dunia sihir, seketika itu juga aku menoleh ke belakang dan anjing itu sudah hilang, dan ketika aku melihat ke depan lagi, telah berdiri seorang preman sangar yang sedang membawa batu hendak melempar anjing itu.
Dan ternyata Allah menurunkannya untuk menolongku dari kejaran anjing. Tapi di balik itu aku juga takut karena sedang berhadapan dengan preman yang sikapnya terkenal jahat dan kejam. Apa yang akan dilakukan oleh preman ini? Pikirku. “Ya Allah tolonglah hamba” kataku tanpa sadar dan membuat preman itu melototi aku. Akhirnya aku dibawa ke tempat tersembunyi dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba aku melihat hal yang tak terduga muncul di hadapanku, tenyata preman itu adalah orang baik. Dia menceritakan semuanya kepadaku tentang kehidupannya yang keras. Dia terpaksa menjadi preman, preman pemalak di pasar tempat Mama dan aku belanja tadi. Dia melakukan itu untuk menghidupi anaknya yang masih bersekolah dan memiliki cita-cita tinggi, dia merahasiakan hal ini pada anaknya. Preman itu mengaku bahwa dia hanya memalak pedagang yang curang dan tamak. Dia selalu gagal dalam mencari pekerjaan, kehidupannya tidak kunjung membaik. Aku mengajaknya untuk mengucapkan kalimat istigfar, namun ternyata dia adalah seorang nasrani. Nasrani yang terlantar yang menurutku masih memiliki jiwa yang kuat dan pantas hidup. Hidup sebagai orang Islam yang sejahtera. Banyak ceritanya membuat air mataku jatuh sehingga lupa akan tujuanku. Dan untuk yang keempat kalinya aku mengatakan kata odoros itu lagi.
“Odoros, aku harus pergi ke SPBU!” kataku sambil memegang kepala tand lupa. “Biar saya antar pakai bajai teman saya.” preman itu menawarkan. “Lewat jalan alternative ya, dan pastikan bensinya juga ada.” Kataku menerima penawaran yang disertai persyaratan. “Iya” kata preman itu dengan tegas dan yakin. Menempuh perjalanan 1 kilo aku sampai di SPBU lalu membeli bensin dan aku langsung diantarkan ke TKP mobil mogok oleh preman yang tak kuketahui namanya itu. Sesampainya di TKP mobil mogok, ku temukan Mama sedang bergulat dengan seorang lelaki yang seprtinya mencoba mengambil alih mobil tanpa bahan bakar itu. Preman yang mengantarku tadi mencoba membantu, namun lelaki itu sudah babak belur dan kabur meninggalkan kami bertiga. Saat itu aku baru tahu rahasia Mama, bahwa akhir-akhir ini Mama belajar silat. Mama sangat hebat. Aku memuji dalam hati. Tanpa berpikir panjang aku langsung menuju tempat mama.
“Mama!” kupeluk Mama seerat-eratnya, rasanya tidak ingin lepas dari pelukannya. “Mama enggak kenapa-kenapa kan?” ku tanya Mama dengan nada penuh kekhawatiran. “Enggak kenapa-kenapa kok sayang” kata Mama sambil mengelus kepalaku. Mama juga mengusap air mata dipipiku yang sebagian sudah terminum olehku. “Sekarang isi mobil dengan bensin dan kita pulang, terus masak yang enak oke?” “Iya Ma” Setelah selesai mengisi bensin, Mama baru menyadari bahwa ada orang lain selain Mama dan aku di tempat itu. Aku juga lupa dengan preman itu. Dan akhirnya Mama bertanya.
“Siapa itu sayang?” “Oh iya. Ini bapak yang nyelamatin Ira dari kejaran anjing, dan nganter Ira ke SPBU sampai ke sini” “Oh, terimakasih sudah membantu Ira.” Kata Mama berterimakasih kepada preman itu. “Sama-sama” katanya menjawab. Mama mengajaknya untuk mampir ke rumah, namun dia menolak.
Akhirnya aku pulang bersama Mama, ku ceritakan semua yang terjadi. Mama mengelus kepalaku dan mencium keningku setelah sampai di rumah. Ku lihat Papa sedang berada di depan komputer ruang keluarga. Ku tarik tangan Papa perlahan meminta perhatiannya dan menceritakan kejadian tadi. Papa langsung mencium keningku dan mengatakan dia bangga padaku. Aku berencana untuk meperkerjakan preman itu di rumah yang bisa membantu pekerjaan Mama. Mama sangat setuju dengan rencanaku yang pertama kali ku utarakan ke Papa.
Keesokan harinya, hujan deras melanda Jakarta. Seminggu hujan melanda, Jakarta banjir. Sekolah-sekolah di liburkan. Di beberapa daerah banjir bandang melanda. Dan daerah itu adalah daerah tempat preman itu tinggal. Daerah rumahku yang tidak terkena banjir bandang sangat beruntung. Namun di tempat banjir bandang melanda ada penduduknya meninggal dunia. Ketika aku mengajak Mama ke tempat tinggal preman itu, ternyata preman itu sudah meningggal dunia bersama anaknya.Preman itu meninggal dalam keadaan memeluk anaknya dan memeluk agama Islam. Memeluk Islam karena telah berusaha mengucapkan kalimat istigfar dan menyadari keindahan Islam yang membuat hidupnya sedikit lebih tenang. Begitulah ku dengar cerita dari teman preman yang selamat yang beragaman Islam, yaitu orang yang menpunyai bajai yang di pinjam oleh preman itu untuk mengantarkan aku ke SPBU.
Rencanaku tidak terlaksana. Namun setidaknya preman itu dalam keadaan Islam. Semoga arwahnya di terima oleh Allah swt. Hanya itu saja doaku. Pengalaman ini adalah pengalaman berhargaku bersama dengan kata odoros yang tidak ku ketahui dari mana asalnya. Mungkin Allah mengirimkan kata yang tak terduga itu sebagai pengingat kejadian berharga yang tak terduga itu pula.
Komentar
Posting Komentar